Esai 8 : Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah : Psikologi Inovasi
Kelas : A
Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A.
Nama : Ayu Safira
NIM : 25310420002
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
November 2025
Pendekatan yang digunakan oleh Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) dalam menangani remaja “unik” atau bermasalah melalui program barak militer menjadi pusat perhatian masyarakat karena strateginya yang dapat dikatakan sebagai bentuk eksperimen sosial, seperti merekayasa persepsi dan perilaku untuk memecahkan masalah kenakalan remaja dengan cara mengubah persepsi anak dan orangtuanya terhadap kedisiplinan dan tanggung jawab.
Masalah utama kenalan remaja di Jawa Barat terletak pada hilangnya arah hidup. Banyak remaja yang terlibat dalam perilaku berisiko seperti bolos, merokok, tawuran, dan kenalan lainnya karena tidak memiliki visi atau tujuan hidup yang jelas. Masyarakat cenderung melihat perilaku tersebut sebagai hal yang wajar, sehingga kenakalan remaja tersebut menjadi kebiasaan yang dianggap normal. Dalam hal ini, KDM hadir menggunakan pendekatan yang berbeda dengan Guberner DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Tengah, yakni menggunakan program barak militer yang bertujuan untuk mengubah cara pandang remaja yang mengganggap bahwa disiplin adalah hukuman bukan sebagai pembentuk perilaku yang lebih positif.
Menurut skema persepsi Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Patimah et al, 2024), perilaku seseorang terbentuk dari bagaimana individu mempersepsikan stimulus dari lingkungannya. Ketika individu menghadapi objek fisik atau situasi tertentu seperti aturan pada barak militer, individu akan menilai apakah situasi itu masih dalam batas optimal atau tidak, jika stimulus masih dalam batas optimal, individu akan merasa nyaman dan tetap stabil (homeostatis). Tapi jika situasinya di luar batas optimal, misalnya terlalu menekan, atau tidak sesuai dengan kebiasaan sebelumnya, contohnya anak harus bangun subuh, doa pagi, latihan fisik, tanpa HP maka individu akan mengalami stres. Stres ini akan timbul respon yang menjadi dua kemungkinan, jika individu mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan strategi maka akan terbentuk coping behavior yang sehat (adaptasi atau adjustment). Sebaliknya, jika gagal mengatasi stress dan merasa tidak mampu menghadapi tuntutan maka akan terbentuk learned helplessness alias rasa tidak berdaya yang membuat individu menyerah dan kehilangan motivasi untuk berubah.
Pendekatan KDM dapat dilihat melalui mekanisme tersebut. KDM menempatkan remaja dalam lingkungan yang berbeda dari kehidupan sehari-hari, yaitu di barak militer dengan aturan yang ketat, jadwal yang padat, dan kebebasan yang dibatasi. Lingkungan ini menjadi stimulus ekstrim yang memaksa remaja keluar dari zona nyamannya. Pada tahap awal, remaja mengalami stress karena situasinya diluar batas optimal. Kemudian, dengan kebiasaan yang konsisten dapat mengembangkan coping behavior (disiplin waktu, kebiasaan berdoa, dan lain-lain). Setelah berhasil menghadapi stress berulang kali akhirnya terbentuk rasa percaya diri dan adaptasi baru, inilah yang disebut proses pembentukan prilaku baru berdasarkan perubahan persepsi terhadap aturan dan disiplin. Selain itu, orang tua juga mengalami perubahan persepsi. Dengan menandatangani surat persetujuan bermaterai, orang tua ikut mempersepsikan program barak bukan sebagai hukuman, melainkan proses pendidikan karakter. Dukungan ini memperkuat keberhasilan program karena keluarga turut membentuk lingkungan sosial yang kondusif bagi perubahan perilaku anak.
Meskipun pendekatan KDM terbukti efektif, akan tetapi tetap diperlukan program lanjutan pasca barak agar remaja yang telah beradaptasi tidak mengulangi perilaku yang lama ketika kembali ke lingkungan sosialnya, kemudian memastikan bahwa perubahan itu terinternalisasi lewat dukungan keluarga dirumah, sekolah, komunitas, dan sistem psikologis yang berkelanjutan. Jadi, jalan pikiran KDM dalam menangani para remaja yang ’unik’ tersebut mengikuti skema persepsi Paul A. Bell. Proses perubahan perilaku di mulai dari perubahan persepsi terhadap lingkungan dan aturan, kemudian masuk ke fase stres dan coping, hingga tercapai adaptasi baru yang lebih sehat. Ketika perilaku positif dilakukan berulang kali maka terbentuklah kebiasaan baru yang akhirnya menjadi karakter.
Daftar Pustaka :
Patimah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), 23-29.

0 komentar:
Posting Komentar