6.11.25

UTS psikologi inovasi kelas SP

 Tugas Esai 8 : Ujian Tengah Semester 

Mata Kuliah : Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, MA




Widi PurbaNingsih (23310410009)

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


pendekatan KDM (Dedi Mulyadi) dalam menangani remaja 'unik' dapat dijelaskan melalui skema persepsi dari Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Patimah et al., 2024; Sarwono, 1995), yang menekankan peran lingkungan dalam membentuk perilaku.

Perlu diklarifikasi bahwa berdasarkan informasi terkini pada November 2025, Dedi Mulyadi adalah Gubernur Jawa Barat yang sah dan baru dilantik pada Februari 2025. Metode penanganan remaja 'unik' melalui barak militer ini merupakan salah satu kebijakannya yang sedang berjalan. 

Jalan Pikiran KDM Melalui Skema Persepsi Paul A. Bell dkk.

Menurut Paul A. Bell dan kawan-kawan, persepsi terhadap lingkungan melibatkan tiga komponen utama yang saling terkait dan memengaruhi perilaku: faktor stimulus/lingkunganfaktor personal/internal, dan respons perilaku.

Jalan pikiran KDM dalam menggunakan metode barak militer dapat dianalisis sebagai berikut:

1. Faktor Stimulus/Lingkungan (Lingkungan Fisik dan Sosial yang Dikontrol)

KDM melihat lingkungan asli remaja 'unik' (yang mungkin permisif, kurang disiplin, atau penuh pengaruh negatif seperti rokok dan perkelahian) sebagai stimulus penyebab perilaku menyimpang.

  1. Tindakan KDM: Menciptakan lingkungan baru yang terkontrol ketat, yaitu "barak militer". Lingkungan ini dirancang dengan stimulus yang sangat berbeda:
  2. Lingkungan Fisik: Struktur yang terorganisir, jadwal ketat (tepat waktu istirahat, belajar, berolahraga), dan seragam.
  3. Lingkungan Sosial: Interaksi dengan pelatih militer (figur otoritas) dan rekan sebaya dalam konteks disiplin, bukan kenakalan.

KDM percaya bahwa mengubah total lingkungan (stimulus) akan memaksa perubahan persepsi remaja terhadap realitas dan norma yang berlaku.

2. Faktor Personal/Internal (Proses Internal Remaja)

Di dalam barak militer, persepsi remaja mulai berubah karena paparan stimulus baru yang konsisten.

  1. Persepsi Awal: Remaja mungkin awalnya mempersepsikan barak sebagai hukuman, tempat yang tidak menyenangkan, atau bentuk "paksaan".
  2. Proses Adaptasi & Pembelajaran: Seiring berjalannya waktu, melalui rutinitas yang berulang (berdoa, berolahraga, belajar), mereka mulai menginternalisasi nilai-nilai baru. Mereka mulai mempersepsikan disiplin sebagai sesuatu yang memiliki struktur dan tujuan. Persepsi mereka terhadap diri sendiri juga berubah; dari "anak nakal" menjadi individu yang mampu mengikuti aturan dan merencanakan masa depan.

Persetujuan bermeterai dari orang tua menjadi krusial di sini, karena secara hukum dan psikologis, ini memberikan legitimasi dan komitmen dari keluarga untuk mendukung proses perubahan internal ini, menghilangkan keraguan atau jalan keluar bagi remaja tersebut.

3. Respons Perilaku (Perubahan Perilaku dan Kebiasaan)

Persepsi yang berubah terhadap lingkungan dan diri sendiri menghasilkan respons perilaku yang berbeda.

  1. Respons di Barak: Remaja menunjukkan kepatuhan, disiplin, dan partisipasi dalam kegiatan positif.
  2. Respons Pasca-Barak: Setelah "lulus", perilaku tersebut menjadi permanen. Mereka tidak lagi merokok, berkelahi, atau membolos. Perilaku berulang ini akhirnya membentuk kebiasaan baru yang positif, yang konsisten dengan persepsi diri mereka yang baru.

Perbandingan dengan Metode Lain

  1. Pesantren (Gubernur DKI, Pramono Anung - perlu dikoreksi, Anies Baswedan atau Pj Gubernur sebelumnya): Berfokus pada lingkungan agamis dan moral. Ini bekerja untuk aspek spiritual, namun mungkin kurang menekankan aspek fisik dan kedisiplinan ala militer.
  2. Lapas Khusus (Gubernur Jateng, kemungkinan Pj. Gubernur sekarang Ahmad Luthfi): Berfokus pada aspek hukum dan sanksi, yang persepsinya lebih ke arah hukuman daripada pembinaan holistik untuk kembali ke masyarakat.

Jalan pikiran KDM adalah menggunakan "paksaan lingkungan" secara intensif dan temporer untuk menciptakan "perubahan persepsi internal" yang kemudian membentuk "kebiasaan baru" yang permanen dan positif, alih-alih menggunakan pendekatan yang lebih lunak atau berbasis hukum pidana. Pendekatan ini berhasil karena adanya persetujuan dan komitmen kuat dari semua pihak terkait (pemerintah, orang tua, dan remaja itu sendiri) untuk menjalani proses perubahan lingkungan yang radikal.

Daftar Pustaka

Patimah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), Maret, 23-29. 

https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI

 

0 komentar:

Posting Komentar