6.11.25

Esai 8 - UTS Psikologi Inovasi (Fitri_Reguler A)

 

Tugas Esai 8: Ujian Tengah Semester

Mata kuliah : Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, MA

Fitri Novia Rizka (23310410057)

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Permasalahan terkait krisis karakter pada kalangan remaja di indonesia, khususnya di provinsi Jawa Barat semakin menjadi topik trending di media sosial karena dinilai ‘unik’. Hal ini dikarenakan kondisi remaja ‘unik’ di Jawa Barat yang sering kali berbuat onar seperti tindakan merokok, membolos, berkelahi, tawuran, dan kenakalan lainnya yang menjadi penyebab utama. Kondisi tersebut semakin diperparah oleh adanya pengaruh dari sosial media dan lingkungan sosial yang senantiasa permisif terhadap perilaku menyimpang semacam ini, sehingga pada akhirnya akan membentuk pola pikir yang rendah terhadap moral pada suatu individu (Khairunnisa dan Muti, 2025). Fenomena sosial semacam ini kerap kali menimbulkan keresahan terhadap keamanan bagi warga sekitar. Pasalnya, anak-anak tersebut membutuhkan pendekatan yang positif agar dapat merubah perilaku mereka yang semula negatif menjadi positif dan harapannya anak-anak tersebut mampu merencanakan masa depan mereka dengan lebih baik.

             Sebagai seorang Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) memilih cara yang tidak lazim digunakan dalam praktik secara konvensional. Alih-alih memasukkan remaja ‘unik’ tersebut ke pesantren ataupun lapas, KDM lebih memilih menggunakan pendekatan yang bersifat koersif namun tetap mengadung nilai-nilai edukatif, dengan memasukkan anak-anak ‘unik’ tersebut ke barak militer. Pendekatan semacam ini dianggap efektif oleh KDM, karena sebagai salah satu metode yang tepat untuk mengubah perilaku mereka yang semula bebas menjadi lebih terarah. Kebijakan ini diterapkan dengan tujuan untuk mendisiplinkan anak, membangun karakter, dan membentuk masa depan remaja tersebut melalui pelatihan militer selama beberapa bulan. Pelatihan tersebut menggunakan surat persetujuan bermaterai dari orang tua sebagai bentuk persetujuan dan dasar hukum yang berlaku.

            Menurut Paul A.Bell dan Kawan-kawan (dalam Patimah et al 2024, Sarwono, 1995), persepsi adalah cara-cara individu dalam memahami dan menerima setiap stimulus dari lingkungan yang dihadapinya. Persepsi tersebut bukan hanya menjadi cara individu dalam menafsirkan setiap stimulus, melainkan juga menjadi struktur individu dalam terbentuknya perilaku. Dalam konteks ini, stimulus berupa penyimpangan perilaku pada remaja yang disampaikan oleh KDM sebagai kondisi yang tidak wajar. Bukannya mentoleransi kenakalan remaja tersebut, KDM justru memberikan kebijakan yang mendorong lingkungan tersebut agar berubah. Persepsi yang terbentuk akan memicu mekanisme berupa coving behavior pada individu, yang diwujudkan melalui peningkatan intensitas intervensi dari lingkungan yang lebih ketat. Strategi ini merupakan salah satu bentuk dari adjustment sebagai upaya untuk mengubah lingkungan menjadi lebih sehat. Alhasil remaja ‘unik’ yang sebelumnya memiliki persepsi negatif terhadap norma sosial, mulai mengalami perubahan persepsi dengan pengalaman baru dan interaksi secara langsung yang terjadi di barak militer. Hal ini dipengaruhi oleh adanya peraturan yang ketat, aktivitas terstruktur, serta disiplin waktu yang pada akhirnya akan memperbaiki sudut pandang mereka terhadap dirinya sendiri, norma sosial, serta masa depan mereka. Persepsi ini akan menjadi dasar dalam pembentukan perilaku yang lebih konsisten dan disiplin dalam terbentuknya rutinitas sehari-hari.

            Selain itu, program barak militer yang dikemukakan oleh KDM dinilai efektif dan relevan dalam mengatasi anak-anak bermasalah. Hal ini karenakan pendekatan yang KDM terapan, menggabungkan antara aspek kognitif, afektif, dan konatif (Parhi,2025). Ketika perilaku baru diterapkan, seperti bangun lebih pagi, belajar skill secara berulang, dan berdoa, maka akan membentuk suatu kebiasaan baru yang lebih sehat. Oleh sebab itu, hal ini sejalan dengan persepsi yang dikemukakan oleh Paul A Bell dan Kawan-kawan (dalam Patimah et al 2024, Sarwono, 1995), yang menyatakan bahwa perilaku yang dilakukan secara berulang akan membentuk suatu kebiasaan. Hasilnya, penanganan ini menunjukkan adanya perubahan yang signifikan terhadap pembentukan moral pada anak remaja ‘unik’ baik secara internal maupun eksternal, bukan hanya sekadar sebuah paksaan semata.

            Dengan demikian, adanya konsep pembentukan pendidikan karakter dengan model barak militer menunjukkan bahwa pendekatan dengan multidisiplin dan pembinaan secara ketat, akan menumbuhkan kebiasaan baru yang lebih positif dalam membentuk karakter remaja yang sesuai dengan konteks permasalahan krisis moral pada masa kini.

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Khairunnisa, U. Q., & Mu’ti, A. (2025). Kesetaraan Gender dalam Pengasuhan Anak: Studi Kualitatif pada Pasangan Muslim Perkotaan di Indonesia. EDU SOCIETY: JURNAL PENDIDIKAN, ILMU SOSIAL DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT5(2), 1374-1387.

Patimah, A. S., Shinta, A., & Al Adib, A. (2024). Persepsi Terhadap Lingkungan. Jurnal Psikologi20(1), 23-29.

Parhi, N. I. Z. (2025). Analisis Gagasan Kang Dedi Mulyadi tentang Pendidikan Karakter Remaja melalui Model Barak Militer. Muadalah13(1), 1-16.

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI


0 komentar:

Posting Komentar