Tugas Esai 8: Ujian Tengah Semester
Mata
kuliah : Psikologi Inovasi
Dosen
Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, MA
Fitri
Novia Rizka (23310410057)
Fakultas
Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Permasalahan terkait krisis karakter pada kalangan remaja di indonesia, khususnya di provinsi Jawa Barat semakin menjadi topik trending di media sosial karena dinilai ‘unik’. Hal ini dikarenakan kondisi remaja ‘unik’ di Jawa Barat yang sering kali berbuat onar seperti tindakan merokok, membolos, berkelahi, tawuran, dan kenakalan lainnya yang menjadi penyebab utama. Kondisi tersebut semakin diperparah oleh adanya pengaruh dari sosial media dan lingkungan sosial yang senantiasa permisif terhadap perilaku menyimpang semacam ini, sehingga pada akhirnya akan membentuk pola pikir yang rendah terhadap moral pada suatu individu (Khairunnisa dan Muti, 2025). Fenomena sosial semacam ini kerap kali menimbulkan keresahan terhadap keamanan bagi warga sekitar. Pasalnya, anak-anak tersebut membutuhkan pendekatan yang positif agar dapat merubah perilaku mereka yang semula negatif menjadi positif dan harapannya anak-anak tersebut mampu merencanakan masa depan mereka dengan lebih baik.
Sebagai seorang Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) memilih cara yang tidak lazim digunakan dalam praktik secara konvensional. Alih-alih memasukkan remaja ‘unik’ tersebut ke pesantren ataupun lapas, KDM lebih memilih menggunakan pendekatan yang bersifat koersif namun tetap mengadung nilai-nilai edukatif, dengan memasukkan anak-anak ‘unik’ tersebut ke barak militer. Pendekatan semacam ini dianggap efektif oleh KDM, karena sebagai salah satu metode yang tepat untuk mengubah perilaku mereka yang semula bebas menjadi lebih terarah. Kebijakan ini diterapkan dengan tujuan untuk mendisiplinkan anak, membangun karakter, dan membentuk masa depan remaja tersebut melalui pelatihan militer selama beberapa bulan. Pelatihan tersebut menggunakan surat persetujuan bermaterai dari orang tua sebagai bentuk persetujuan dan dasar hukum yang berlaku.
Menurut Paul A.Bell dan Kawan-kawan (dalam Patimah et al
2024, Sarwono, 1995), persepsi adalah cara-cara individu dalam memahami dan
menerima setiap stimulus dari lingkungan yang dihadapinya. Persepsi tersebut bukan
hanya menjadi cara individu dalam menafsirkan setiap stimulus, melainkan juga
menjadi struktur individu dalam terbentuknya perilaku. Dalam konteks ini, stimulus
berupa penyimpangan perilaku pada remaja yang disampaikan oleh KDM sebagai kondisi
yang tidak wajar. Bukannya mentoleransi kenakalan remaja tersebut, KDM justru
memberikan kebijakan yang mendorong lingkungan tersebut agar berubah. Persepsi yang
terbentuk akan memicu mekanisme berupa coving behavior pada individu, yang
diwujudkan melalui peningkatan intensitas intervensi dari lingkungan yang lebih
ketat. Strategi ini merupakan salah satu bentuk dari adjustment sebagai upaya
untuk mengubah lingkungan menjadi lebih sehat. Alhasil remaja ‘unik’ yang
sebelumnya memiliki persepsi negatif terhadap norma sosial, mulai mengalami
perubahan persepsi dengan pengalaman baru dan interaksi secara langsung yang
terjadi di barak militer. Hal ini dipengaruhi oleh adanya peraturan yang ketat,
aktivitas terstruktur, serta disiplin waktu yang pada akhirnya akan memperbaiki
sudut pandang mereka terhadap dirinya sendiri, norma sosial, serta masa depan
mereka. Persepsi ini akan menjadi dasar dalam pembentukan perilaku yang lebih
konsisten dan disiplin dalam terbentuknya rutinitas sehari-hari.
Selain itu, program barak militer yang dikemukakan oleh KDM dinilai efektif dan relevan dalam mengatasi anak-anak bermasalah. Hal ini karenakan pendekatan yang KDM terapan, menggabungkan antara aspek kognitif, afektif, dan konatif (Parhi,2025). Ketika perilaku baru diterapkan, seperti bangun lebih pagi, belajar skill secara berulang, dan berdoa, maka akan membentuk suatu kebiasaan baru yang lebih sehat. Oleh sebab itu, hal ini sejalan dengan persepsi yang dikemukakan oleh Paul A Bell dan Kawan-kawan (dalam Patimah et al 2024, Sarwono, 1995), yang menyatakan bahwa perilaku yang dilakukan secara berulang akan membentuk suatu kebiasaan. Hasilnya, penanganan ini menunjukkan adanya perubahan yang signifikan terhadap pembentukan moral pada anak remaja ‘unik’ baik secara internal maupun eksternal, bukan hanya sekadar sebuah paksaan semata.
Dengan demikian, adanya konsep pembentukan pendidikan karakter
dengan model barak militer menunjukkan bahwa pendekatan dengan multidisiplin
dan pembinaan secara ketat, akan menumbuhkan kebiasaan baru yang lebih positif
dalam membentuk karakter remaja yang sesuai dengan konteks permasalahan krisis
moral pada masa kini.
Daftar Pustaka
Khairunnisa,
U. Q., & Mu’ti, A. (2025). Kesetaraan Gender dalam Pengasuhan Anak: Studi
Kualitatif pada Pasangan Muslim Perkotaan di Indonesia. EDU SOCIETY:
JURNAL PENDIDIKAN, ILMU SOSIAL DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, 5(2),
1374-1387.
Patimah,
A. S., Shinta, A., & Al Adib, A. (2024). Persepsi Terhadap
Lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(1), 23-29.
Parhi,
N. I. Z. (2025). Analisis Gagasan Kang Dedi Mulyadi tentang Pendidikan Karakter
Remaja melalui Model Barak Militer. Muadalah, 13(1),
1-16.
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana
Prodi Psikologi UI
0 komentar:
Posting Komentar