Disonansi Kognitif Pada Perilaku Merokok
Psikologi Inovasi Kelas SP & SJ
Dr. Arundati Shinta, M.A
Ibnu Rafie Junaidi
24310420049
11 November 2025
Disonansi kognitif merupakan kondisi ketika seseorang memiliki pengetahuan atau keyakinan tertentu, namun tetap melakukan tindakan yang bertentangan dengan pengetahuan tersebut (Festinger, 1957). Hal ini tampak pada seorang individu berinisial AJ, laki-laki berusia 24 tahun yang bekerja sebagai Store Crew. AJ telah merokok sejak tahun 2021. Ia mengakui bahwa dirinya memahami bahaya merokok bagi kesehatan, seperti risiko kerusakan paru-paru dan kanker. Namun, meskipun memiliki pemahaman tersebut, AJ tetap mempertahankan kebiasaannya.
Dalam wawancara, AJ menyatakan bahwa merokok membuatnya merasa lebih tenang dan mampu meredakan pikiran yang sedang penuh beban. Ia berkata, “Rokok itu bikin nyaman dan rileks ketika banyak pikiran.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa AJ mengalami konflik antara pengetahuan dan perilaku, tetapi ia memilih mempertahankan kebiasaan merokok karena manfaat emosional jangka pendek tersebut dirasakan lebih besar baginya.
Kondisi ini menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri berupa rasionalisasi. Menurut Anna Freud (1936), rasionalisasi adalah cara seseorang membenarkan perilaku yang tidak sesuai keyakinannya agar tidak menimbulkan rasa bersalah atau tidak nyaman dalam dirinya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian McMaster & Lee (1991), yang menemukan bahwa perokok sering menggunakan alasan seperti “untuk relaksasi” atau “hanya sedikit saja” untuk meredakan disonansi kognitif. Dalam kasus AJ, rasionalisasi membantu mempertahankan kebiasaannya, meskipun ia sadar akan dampak negatifnya.
Jika dikaitkan dengan Psikologi Inovasi, situasi ini relevan dengan gagasan bahwa perubahan diri membutuhkan keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Inovasi tidak hanya mengenai penciptaan hal baru, tetapi juga kemampuan memperbaharui kebiasaan hidup. Penelitian Oreg (2003) menjelaskan bahwa individu yang mempertahankan mekanisme pertahanan diri cenderung memiliki resistensi terhadap perubahan, sehingga perilaku lama tetap berlangsung meskipun tidak menguntungkan. Pada AJ, rasa nyaman sementara dari merokok menciptakan hambatan untuk melakukan perubahan yang lebih sehat.
Dengan demikian, disonansi kognitif pada AJ tidak hanya menunjukkan adanya konflik antara pengetahuan dan tindakan, tetapi juga memperlihatkan bagaimana kebiasaan emosional dapat menghambat inovasi diri. Untuk dapat berubah, individu perlu menyadari konflik tersebut dan secara sadar memilih langkah yang lebih adaptif, meskipun awalnya terasa tidak nyaman. Kesadaran dan keinginan untuk keluar dari pola lama menjadi kunci utama untuk proses perkembangan pribadi.
Daftar Pustaka:
Festinger, L. (1957). A Theory of Cognitive Dissonance. Stanford University Press.
Freud, A. (1936). The Ego and the Mechanisms of Defense. Hogarth Press.
McMaster, C., & Lee, C. (1991). Cognitive dissonance in smokers. Addictive Behaviors, 16(5), 349–353.
Oreg, S. (2003). Resistance to change: Developing an individual differences measure. Journal of Applied Psychology, 88(4), 680–693.
Kementerian Kesehatan RI. (2021). Bahaya Rokok terhadap Kesehatan Paru-Paru. Direktorat Promosi Kesehatan.

0 komentar:
Posting Komentar