11.11.25

AMANDA SALSABILA (24310410018) - SPSJ - Psi Lingkungan - UTS - Dr A Shinta, M.A - 11 November 2025

ESAY UJIAN TENGAH SEMESTER AMANDA SALSABILA (24310410018)
Psikologi Kelas Karyawan
Psikologi Lingkungan
Ibu Dr Arundati Shinta., MA




Foto yang ditampilkan menggambarkan kondisi sebuah perumahan di wilayah Amerika Selatan yang terlihat kumuh dan tidak terawat. Dalam konteks Psikologi Lingkungan, fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori skema persepsi lingkungan dari Paul A. Bell dan kawan-kawan (2001). Teori ini menekankan bahwa persepsi seseorang terhadap lingkungannya tidak hanya ditentukan oleh kondisi fisik semata, tetapi juga oleh bagaimana individu memaknai, menafsirkan, dan merasakan lingkungan tersebut berdasarkan pengalaman pribadi, nilai, kebutuhan, serta faktor sosial-budaya.

Sebagian besar mahasiswa dalam kasus tersebut menilai perumahan itu sebagai tempat yang tidak layak huni karena tampak kotor, rusak, dan kumuh. Namun, bagi beberapa orang yang tinggal di sana, persepsi mereka terhadap lingkungan itu bisa sangat berbeda. Mereka mungkin melihat tempat itu tidak semata-mata sebagai bangunan fisik, tetapi sebagai tempat yang memiliki makna emosional, sosial, dan ekonomi. Misalnya, ada yang tinggal di sana karena faktor keterjangkauan harga, kedekatan dengan tempat kerja, keberadaan keluarga besar, atau rasa kebersamaan dengan warga sekitar. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi lingkungan bersifat subjektif, bergantung pada sudut pandang dan pengalaman individu.

Menurut Bell dkk. (2001), persepsi terhadap lingkungan terbentuk melalui proses interaksi yang berkelanjutan antara individu dan lingkungannya. Lingkungan memberi rangsangan (stimulus) yang kemudian dipersepsi, ditafsirkan, dan direspons oleh individu sesuai dengan kebutuhan serta latar belakangnya. Dalam kasus perumahan kumuh ini, penghuni mungkin tidak lagi melihat kerusakan fisik atau kekumuhan sebagai hal utama, melainkan lebih menekankan fungsi sosial dan kenyamanan psikologis yang mereka rasakan di dalamnya.

Selain itu, Patimah, Shinta, dan Amin Al-Adib (2024) menambahkan bahwa persepsi terhadap lingkungan menjadi dasar bagi pembentukan sikap dan perilaku individu. Apabila seseorang memandang lingkungannya sebagai tempat yang aman, nyaman, dan bermakna, maka ia akan berperilaku sesuai dengan persepsi tersebut — misalnya dengan tetap tinggal, beradaptasi, bahkan berusaha memperbaiki kondisi sekitar. Hal ini menjelaskan mengapa ada individu atau keluarga yang memilih bertahan di lingkungan yang dianggap tidak layak oleh orang lain.





Faktor sosial dan budaya juga berperan besar dalam pembentukan persepsi tersebut. Dalam beberapa masyarakat, hubungan antarwarga yang erat, nilai gotong royong, dan rasa memiliki lingkungan (sense of belonging) dapat menciptakan ikatan emosional yang kuat antara individu dan tempat tinggalnya. Lingkungan yang dianggap buruk oleh orang luar bisa jadi merupakan simbol identitas, kenangan, dan rasa aman bagi penghuninya sendiri.

Dari sudut pandang psikologi lingkungan, keputusan untuk tinggal di tempat seperti itu bukan hanya karena keterpaksaan, tetapi juga hasil dari adaptasi psikologis dan persepsi positif yang terbentuk melalui pengalaman panjang. Persepsi ini kemudian memengaruhi sikap, keputusan, dan perilaku individu dalam menilai serta merespons lingkungannya. Dengan demikian, alasan seseorang bersedia tinggal di perumahan kumuh adalah karena makna subjektif, faktor sosial, dan persepsi positif yang terbentuk melalui interaksi berkelanjutan dengan lingkungan tersebut.



Daftar Pustaka

Bell, A. P., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (2001). Environmental psychology (5th ed.). Harcourt College Publishers.

Patimah, A. S., Shinta, A., & Amin Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(1), 23–29.

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo

0 komentar:

Posting Komentar