11.11.25

Nindi Wahyu Oktaviantari ( 24310410042) - SPSJ - Psi Lingkungan - UTS - Dr. Shinta Arundati, M.A - 11 November 2025

 

UJIAN TENGAH SEMESTER



Nindi Wahyu Oktaviantari – 24310410042 – Psikologi Kelas Karyawan

Psikologi Lingkungan - Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta


Di banyak negara, termasuk Indonesia, kawasan permukiman kumuh masih menjadi persoalan sosial yang menarik. Walaupun sering dianggap negatif, tempat seperti ini tetap menjadi pilihan hunian bagi sebagian masyarakat. Salah satu skema persepsi dari paul A bell dan kawan -kawan tentang persepsi terhadap lingkungan tidak hanya di tentukan oleh fisik, melainkan ada faktor internal – individu dan faktor sosial budaya yang akan mempengaruhi sebuah penilaian dan pengambilan keputusan sehingga muncul sebuah perilaku. Persepsi ini yang akhirnya menjadi landasan masyarakat untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut sarwono (1995) persepsi juga di pengaruhi oleh kondisi atau tingkat status ekonominya. Bagi sebagian penghuni yang tetap dan mau tinggal di lingkungan kumuh bisa berbeda dalam menafsirkan sebuah rangsangan. Dengan mempertimbangkan status ekonomi barangkali menurut mereka itu adalah rumah yang terjangkau dan aman. Bagi sebagian besar penduduk dengan berpenghasilan rendah, memiliki rumah meskipun sangat sederhana sudah menjadi sumber kepuasan tersendiri dan dianggap sebagai bagian penting dari rencana dan kualitas hidup mereka (Zebardast & Nooraie, 2018; Galiani dkk., 2018). Bisa jadi mereka memilih tinggal di sana karena memang lahir, kecil dan tumbuh berada disana dan sudah memiliki ikatan emosional dengan masyarakatnya. Kemudian yang kedua ada faktor sosial dan budaya. Masyarakat memilih tinggal kemungkinan besar berfikir solidaritas dan budaya gotong royong lebih penting daripada bentuk fisik rumah. Mungkin menurut orang lain rumah kumuh terlihat tidak menarik tetapi bagi sebagian orang, mereka lebih mementingkan bagaimana mereka di terima dan tidak merasa hidup sendiri. Dalam Psikologi Lingkungan, keterikatan terhadap tempat berarti seseorang memiliki hubungan emosional dengan lingkungannya. Ikatan ini membuat seseorang tetap merasa betah dan nyaman, meskipun kondisi tempat tinggalnya sebenarnya kurang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Oktarini dan rekan-rekan (2022) di Palembang menemukan bahwa walaupun kondisi fisik lingkungan tergolong kumuh, banyak warga tetap merasa nyaman karena adanya hubungan sosial yang erat. Setelah melalui proses persepsi, masyarakat akan menunjukkan perilaku. Perilaku yang di tunjukkan oleh masyarakat yang memilih untuk tetap tinggal di perumahan kumuh bukan tanpa sebab, mereka bukan tidak mementingkan kebersihan dan kenyamanan hanya saja cara memaknai lingkungan berbeda dengan sebagian masyarakat yang lain. Mereka menilai bahwa lebih banyak keuntungan secara emosional dan sosial yang dianggap lebih berharga di banding kekurangan yang di dapat (kumuh). Keputusan untuk tetap menetap dan beradaptasi di sana dengan mereka juga menunjukkan sikap positif seperti halnya memperbaiki rumah dan tetap menjaga kebersihan minimal di dalam rumahnya sendiri. Berdasarkan skema persepsi dari paul A bell dan kawan -kawan tentang persepsi terhadap lingkungan kita bisa memahami bahwa manusia tidak selalu menilai melalui fisik, ada beberapa orang yang mementingkan makna dan kenyamanan yang di dapatkan untuk mengambil sebuah keputusan.

 

Daftar Pustaka :

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.

Oktarini,  Maya  Fitri, Tutur  Lussetyowati,  Ahmad Siroj, Alif Sirajuddin Bahri, dan Tiara Effendi. 2022. “Modifikasi  Desain Bangunan  untuk Penanggulangan   Sampah   di   Permukiman Lahan  Basah  Tepian  Sungai.” Jurnal Arsitektur ARCADE6 (1): 8289.

Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (1996). Environmental Psychology. Harcourt Brace College Publishers.

0 komentar:

Posting Komentar