Perokok Aktif, Kesadaran Diri, dan Tantangan Psikologi Inovasi
Fenomena
perokok aktif di Indonesia menarik untuk dibahas bukan hanya dari sisi
kesehatan, tetapi dari sudut pandang psikologi inovasi, bagaimana individu
mampu atau gagal mengubah perilakunya meskipun sadar akan risiko yang dihadapi.
Wawancara dengan beberapa perokok aktif menunjukkan bahwa kebiasaan merokok
bukan sekadar tindakan spontan, tetapi hasil dari pola pikir, keyakinan, dan cara
mereka mencari kenyamanan. Dari sinilah tampak bahwa inovasi dalam diri
kemampuan untuk menciptakan perubahan hidup tidak selalu mudah diterapkan.
Jawaban
pertama dari subjek yang saya wawancarai, “Banyak kok orang tua yang merokok
tapi tetap panjang umur.” Kalimat ini menggambarkan cara berpikir yang mencoba
menormalisasi kebiasaan merokok dengan mengambil contoh kecil yang dianggap
membenarkan tindakan mereka. Mereka tahu bahwa rokok menyebabkan penyakit,
tetapi memilih untuk fokus pada beberapa orang yang tetap sehat meski merokok.
Dalam konteks psikologi inovasi, cara berpikir seperti ini menunjukkan bahwa
perubahan tidak terjadi karena individu merasa tidak memiliki alasan kuat untuk
keluar dari zona nyamannya. Kebiasaan dianggap tidak berbahaya selama hidup
masih berjalan seperti biasa.
Jawaban
dari subjek yang saya wawancarai, memiliki pandangan berbeda namun hasilnya
tetap sama: ia tetap merokok. Ia berkata, “Saya merokok tapi yang penting saya
sudah olahraga.” Kalimat ini menunjukkan upaya untuk menyeimbangkan rasa
bersalah dengan perilaku sehat lainnya. Olahraga dijadikan “penawar” dari
rokok, padahal keduanya bertolak belakang. Di sini, inovasi diri sebenarnya
mulai terbentuk ada kesadaran untuk hidup sehat namun belum diterjemahkan
menjadi keberanian untuk menghentikan kebiasaan buruk. Kreativitasnya muncul
hanya sebagai pembenaran, bukan sebagai langkah perubahan.
Subjek
ketiga lebih tegas dalam menolak anggapan bahwa rokok membahayakan. Ia
mengatakan, “Yang bikin sakit itu bukan rokoknya, tapi pola hidup yang buruk.”
Pandangan ini menunjukkan sikap meremehkan risiko, seolah rokok hanyalah bagian
kecil dari persoalan besar yang disebut gaya hidup. Cara berpikir seperti ini
sering membuat seseorang sulit berubah, karena ia merasa masalahnya bukan pada
rokok, tetapi pada hal lain. Dalam psikologi inovasi, ini adalah hambatan
utama: ketika seseorang tidak melihat rokok sebagai sumber masalah, maka tidak
akan muncul dorongan untuk mencari solusi baru.
Berbeda
dengan sebelumnya, subjek keempat justru ingin berubah, tetapi menunda. Ia
berkata, “Nanti saja berhentinya, sekarang mumpung masih muda… saya cuma butuh
waktu yang tepat untuk berhenti.” Inilah bentuk konflik batin yang halus namun
kuat. Ada niat, ada kesadaran, tetapi tidak ada tindakan. Penundaan ini sering
terjadi karena seseorang menunggu momen ideal yang sebenarnya tidak pernah
datang. Dalam proses inovasi diri, keberanian memulai jauh lebih penting
daripada menunggu waktu sempurna.
Dari
keempat wawancara tersebut, jelas bahwa merokok bukan hanya masalah kebiasaan,
tetapi masalah cara berpikir. Psikologi inovasi mengajarkan bahwa perubahan
lahir dari keberanian untuk keluar dari pola lama, bukan dari pembenaran atau
penundaan. Kesadaran saja tidak cukup, perlu komitmen. Merokok bukan hanya
tentang nikotin, tetapi tentang bagaimana seseorang memaknai hidup, kesehatan,
dan masa depan. Perubahan dimulai bukan saat seseorang tahu, tetapi saat ia
berani bertindak.
PERGURUAN TINGGI : Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
FAKULTAS : Psikologi
MATA KULIAH : Psikologi Inovasi
PENGAMPU : DR. Arundati Shinta, M. A
NAMA :
Tri Widanarto
NIM :
23310410032
KELAS :
Kelas Karyawan SJ
TUGAS : Essai 2 - Wawancara Tentang Disonansi Kognitif

0 komentar:
Posting Komentar