13.11.25

Essai 2 - Wawancara Tentang Disonansi Kognitif

 Perokok Aktif, Kesadaran Diri, dan Tantangan Psikologi Inovasi

 

Fenomena perokok aktif di Indonesia menarik untuk dibahas bukan hanya dari sisi kesehatan, tetapi dari sudut pandang psikologi inovasi, bagaimana individu mampu atau gagal mengubah perilakunya meskipun sadar akan risiko yang dihadapi. Wawancara dengan beberapa perokok aktif menunjukkan bahwa kebiasaan merokok bukan sekadar tindakan spontan, tetapi hasil dari pola pikir, keyakinan, dan cara mereka mencari kenyamanan. Dari sinilah tampak bahwa inovasi dalam diri kemampuan untuk menciptakan perubahan hidup tidak selalu mudah diterapkan.

Jawaban pertama dari subjek yang saya wawancarai, “Banyak kok orang tua yang merokok tapi tetap panjang umur.” Kalimat ini menggambarkan cara berpikir yang mencoba menormalisasi kebiasaan merokok dengan mengambil contoh kecil yang dianggap membenarkan tindakan mereka. Mereka tahu bahwa rokok menyebabkan penyakit, tetapi memilih untuk fokus pada beberapa orang yang tetap sehat meski merokok. Dalam konteks psikologi inovasi, cara berpikir seperti ini menunjukkan bahwa perubahan tidak terjadi karena individu merasa tidak memiliki alasan kuat untuk keluar dari zona nyamannya. Kebiasaan dianggap tidak berbahaya selama hidup masih berjalan seperti biasa.

Jawaban dari subjek yang saya wawancarai, memiliki pandangan berbeda namun hasilnya tetap sama: ia tetap merokok. Ia berkata, “Saya merokok tapi yang penting saya sudah olahraga.” Kalimat ini menunjukkan upaya untuk menyeimbangkan rasa bersalah dengan perilaku sehat lainnya. Olahraga dijadikan “penawar” dari rokok, padahal keduanya bertolak belakang. Di sini, inovasi diri sebenarnya mulai terbentuk ada kesadaran untuk hidup sehat namun belum diterjemahkan menjadi keberanian untuk menghentikan kebiasaan buruk. Kreativitasnya muncul hanya sebagai pembenaran, bukan sebagai langkah perubahan. 

Subjek ketiga lebih tegas dalam menolak anggapan bahwa rokok membahayakan. Ia mengatakan, “Yang bikin sakit itu bukan rokoknya, tapi pola hidup yang buruk.” Pandangan ini menunjukkan sikap meremehkan risiko, seolah rokok hanyalah bagian kecil dari persoalan besar yang disebut gaya hidup. Cara berpikir seperti ini sering membuat seseorang sulit berubah, karena ia merasa masalahnya bukan pada rokok, tetapi pada hal lain. Dalam psikologi inovasi, ini adalah hambatan utama: ketika seseorang tidak melihat rokok sebagai sumber masalah, maka tidak akan muncul dorongan untuk mencari solusi baru.

Berbeda dengan sebelumnya, subjek keempat justru ingin berubah, tetapi menunda. Ia berkata, “Nanti saja berhentinya, sekarang mumpung masih muda… saya cuma butuh waktu yang tepat untuk berhenti.” Inilah bentuk konflik batin yang halus namun kuat. Ada niat, ada kesadaran, tetapi tidak ada tindakan. Penundaan ini sering terjadi karena seseorang menunggu momen ideal yang sebenarnya tidak pernah datang. Dalam proses inovasi diri, keberanian memulai jauh lebih penting daripada menunggu waktu sempurna.

Dari keempat wawancara tersebut, jelas bahwa merokok bukan hanya masalah kebiasaan, tetapi masalah cara berpikir. Psikologi inovasi mengajarkan bahwa perubahan lahir dari keberanian untuk keluar dari pola lama, bukan dari pembenaran atau penundaan. Kesadaran saja tidak cukup, perlu komitmen. Merokok bukan hanya tentang nikotin, tetapi tentang bagaimana seseorang memaknai hidup, kesehatan, dan masa depan. Perubahan dimulai bukan saat seseorang tahu, tetapi saat ia berani bertindak. 

PERGURUAN TINGGI   : Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

FAKULTAS                    : Psikologi

MATA KULIAH             : Psikologi Inovasi

PENGAMPU                 : DR. Arundati Shinta, M. A

NAMA                           : Tri Widanarto

NIM                               : 23310410032

KELAS                          : Kelas Karyawan SJ

TUGAS                         : Essai 2 - Wawancara Tentang Disonansi Kognitif

0 komentar:

Posting Komentar