ESAI 8 - UTS PSIKOLOGI KELAS SJ & SP
Persepsi dan Pembentukan Kebiasaan dalam Penanganan Remaja “Unik” oleh Kang Dedi Mulyadi
DOSEN PENGAMPU : Dr. ARUNDATI SHINTA, M.A.
ARINA MILLATKA / 23310410026
KELAS SP
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
NOVEMBER 2025
Dalam beberapa waktu terakhir, sosok Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), menjadi fenomena dalam berbagai platform media sosial. Hal ini terutama disebabkan oleh pendekatannya yang tidak biasa dalam menangani remaja yang berperilaku menyimpang dan menyimpang dan sering disebut sebagai remaja "unik", yaitu mereka yang terlibat dalam perilaku merokok, membolos, tawuran , hingga memperlihatkan sikap kurang hormat terhadap orang tua. Alih-alih memberikan ceramah atau hukuman konvensional, KDM justru "memaksa" para remaja tersebut untuk tinggal sementara di sebuah barak militer sebagai bentuk pembinaan perilaku. Menariknya, tindakan ini tidak dilakukan secara sepihak, tetapi berdasarkan kesepakatan tertulis bermatrai yang ditandatangani oleh orang tu. Hal ini menunjukkan adanya dukungan dan legitimasi sosial yang kuat.
'sering disebut sebagai remaja “unik”, yaitu mereka yang terlibat dalam perilaku merokok, membolos, tawuran, hingga memperlihatkan sikap kurang hormat terhadap orang tua. Alih-alih memberikan ceramah atau hukuman konvensional, KDM justru “memaksa” para remaja tersebut untuk tinggal sementara di sebuah barak militer sebagai bentuk pembinaan perilaku. Menariknya, tindakan ini tidak dilakukan secara sepihak, tetapi berdasarkan kesepakatan tertulis bermeterai yang ditandatangani oleh orang tua. Hal ini menunjukkan adanya dukungan dan legitimasi sosial yang kuat.
dan sering disebut sebagai remaja “unik”, yaitu mereka yang terlibat dalam perilaku merokok, membolos, tawuran, hingga memperlihatkan sikap kurang hormat terhadap orang tua. Alih-alih memberikan ceramah atau hukuman konvensional, KDM justru “memaksa” para remaja tersebut untuk tinggal sementara di sebuah barak militer sebagai bentuk pembinaan perilaku. Menariknya, tindakan ini tidak dilakukan secara sepihak, tetapi berdasarkan kesepakatan tertulis bermeterai yang ditandatangani oleh orang tua. Hal ini menunjukkan adanya dukungan dan legitimasi sosial yang kuaFenomena tersebut dapat dipahami melalui skema persepsi sebagaimana dijelaskan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Patimah et al., 2024; Sarwono, 1995). Persepsi bukan sekadar melihat fenomena, tetapi melibatkan proses mental dalam menerima, memilih, menafsirkan, dan merespon informasi. Dalam konteks ini, KDM memulai proses persepsinya dari stimulasi, yaitu melihat meningkatnya perilaku menyimpang pada remaja. Namun, pada tahap seleksi, ia tidak memilih untuk fokus pada “kenakalan” itu sendiri. Ia memilih untuk melihat akar masalah: pola asuh yang tidak konsisten, lingkungan pergaulan negatif, minimnya struktur kehidupan, dan ketiadaan figur disiplin yang dapat diteladani.
Pada tahap interpretasi, KDM memaknai remaja
tersebut bukan sebagai individu yang “nakal”, tetapi sebagai remaja yang belum
menemukan arah dan pembiasaan hidup yang teratur. Artinya, masalah terletak
pada pola kebiasaan hidup, bukan pada karakter bawaan. Oleh karena itu, pada
tahap respon, KDM memilih pendekatan berbasis pembiasaan perilaku melalui
lingkungan yang terstruktur, yaitu barak militer. Barak bukan hanya tempat
tinggal sementara, tetapi menjadi ruang re-edukasi yang berfungsi mengatur
ritme hidup remaja melalui jadwal teratur, mulai dari bangun pagi, ibadah,
olahraga, kerja kelompok, belajar, hingga waktu istirahat yang disiplin.
Proses ini sejalan dengan pandangan Sarwono
(1995) bahwa persepsi membentuk perilaku, dan perilaku yang dilakukan secara
berulang akan berubah menjadi kebiasaan. Dengan menempatkan remaja dalam
situasi yang mengharuskan mereka mematuhi struktur yang tegas, KDM sedang
membangun lingkungan stimulus baru yang memicu pola perilaku positif. Ketika
perilaku tersebut dilakukan berulang-ulang setiap hari, ia berkembang menjadi
kebiasaan, dan kebiasaan inilah yang pada akhirnya membentuk karakter baru
dalam diri remaja.
Pendekatan KDM ini berbeda dengan pendekatan
lain di wilayah Indonesia. Misalnya, ada gubernur yang memilih memasukkan
remaja ke pesantren sebagai bentuk pembinaan melalui religiusitas. Sementara
itu, jika perilaku remaja sudah memasuki ranah pelanggaran hukum, maka mereka
dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Anak. Kedua pendekatan tersebut memiliki
kelebihan masing-masing, namun barak militer ala KDM berfokus pada pembentukan
pola kehidupan sehari-hari melalui kedisiplinan dan tanggung jawab diri, bukan
hanya melalui penanaman nilai atau sanksi hukum.
Dengan demikian, pendekatan KDM menunjukkan
bahwa perubahan karakter bukan berasal dari kata-kata, tetapi dari pembentukan
kebiasaan yang dilakukan secara konsisten dalam lingkungan yang mendukung. Ia
menggeser definisi pendidikan dari sekadar memberi nasihat menjadi membangun
situasi belajar yang konkret. Perubahan yang terjadi pada remaja bukanlah hasil
paksaan, melainkan hasil internalisasi kebiasaan disiplin yang berulang, yang
kemudian memberi mereka kepercayaan diri untuk merencanakan masa depan dengan
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (2001). Environmental psychology (5th ed). Harcourt Brace College Publishers.
Environmental psychology (5th ed.). Harcourt Brace College Publishers.Patimah, S., Nurhayati, Y., & Ramdani, A. (2024). Psikologi persepsi dan pembentukan perilaku dalam konteks sosial. Penerbit Universitas Pendidikan Indonesia.
Sarwono, S.W. (1995). Psikologi sosial:Individu dan teori-teori psikologi sosial PT Balai Pustaka.
Psikologi persepsi dan pembentukan perilaku dalam konteks sosial. Penerbit Universitas Pendidikan Indonesia.
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi sosial: Individu dan teori-teori psikologi
sosial. PT Balai Pustaka.
arwono, S. W. (1995). Psikologi sosial: Individu dan teori-teori psikologi
sosial. PT Balai Pustaka.
Psikologi sosial: Individu dan teori-teori psikologi sosial. PT Balai Pustaka.
.

0 komentar:
Posting Komentar