Mata Kuliah : Psikologi Inovasi
Tugas : Esai 8 Ujian Tengah Semester
Dosen Pengampu : Dr., Arundati Shinta. MA
Amelia Natasya Rivani (23310410086)
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Penanganan
permasalahan remaja menjadi tantangan besar di tengah dinamika sosial yang
terus berkembang. Kang Dedi Mulyadi (KDM), Gubernur Jawa Barat, mengambil
langkah inovatif dalam mengatasi hal ini dengan mengirim remaja yang dianggap
“unik” dan bermasalah ke barak militer selama beberapa bulan. Pendekatan ini
tidak hanya menonjol karena sifatnya yang inovatif, tetapi juga karena
nilai-nilai pembinaan yang terkandung di dalamnya. Melalui sudut pandang
psikologi, program ini menarik untuk dikaji lewat konsep persepsi sebagai dasar
terbentuknya perilaku individu.
Menurut teori persepsi yang dikemukakan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Patimah et al 2024, Sarwono, 1995), persepsi adalah proses mental dimana individu mengorganisasi dan menginterpretasi rangsangan dari lingkungan sekitar, yang membentuk gambaran subjektif dan menjadi dasar perilaku yang akan diambil. Persepsi bukan hanya cermin dunia eksternal, melainkan juga penentu utama bagaimana individu bereaksi dan bertindak terhadap lingkungannya. Sarwono (1995) menegaskan bahwa secara psikologis, perilaku yang dilakukan secara berulang kali dan konsisten akan menjadi kebiasaan yang melekat pada individu, membentuk karakter dan pola hidupnya.
Dalam konteks program barak militer KDM, remaja yang awalnya mungkin memiliki persepsi negatif terhadap diri sendiri dan lingkungan sosialnya seperti merasa terpinggirkan, tidak berdaya, atau distigma sebagai anak nakal ditempatkan dalam lingkungan baru yang sangat berbeda, yaitu barak militer dengan struktur disiplin tinggi dan pengaturan ketat. Di sana, mereka menerima stimulus lingkungan berupa rutinitas disiplin, doa bersama, olahraga rutin, serta pembelajaran tentang tanggung jawab dan keteraturan hidup. Stimulus baru ini berperan sebagai rangsangan yang mengubah persepsi mereka dari negatif menjadi lebih positif dan optimistis. Ketika remaja mulai melihat bahwa dengan kedisiplinan dan pola hidup yang teratur mereka dapat mengubah nasib dan keinginan di masyarakat, maka mereka mulai menginternalisasi nilai-nilai baru tersebut sebagai bagian dari diri mereka.
Selanjutnya, perilaku positif yang tumbuh dalam lingkungan barak militer diulangi secara konsisten melalui latihan-latihan fisik, kegiatan doa, dan pengelolaan waktu yang disiplin. Pengulangan ini, menurut teori Sarwono (1995), membentuk kebiasaan baru yang permanen, memperkuat karakter, serta mempersiapkan individu menghadapi kehidupan nyata dengan bekal mental dan spiritual yang lebih kuat. Dengan demikian, perubahan perilaku bukan sekedar efek sesaat, melainkan sebuah proses pembentukan karakter yang berkelanjutan.
Salah satu unsur penting dalam kesuksesan program ini adalah dukungan penuh dari orang tua remaja yang diwujudkan dalam bentuk surat persetujuan bermeterai. Dukungan keluarga ini memperkuat persepsi remaja bahwa perubahan bukan hanya tuntutan dari lembaga atau pemerintah, tetapi juga bagian dari pola asuh dan pengharapan sosial yang melekat pada mereka. Hal ini menciptakan perubahan ekosistem yang positif, dimana remaja merasa didukung secara psikologis dan sosial untuk terus mempertahankan perilaku baik yang telah mulai mereka terapkan selama masa pelatihan. Selain itu, KDM sangat memahami bahwa kontrol eksternal atau hukuman fisik semata tidak cukup untuk membentuk perilaku tahan lama. Perubahan yang berkelanjutan harus dimulai dari perubahan persepsi dan motivasi internal. Oleh karena itu, barak militer bukan hanya sekedar tempat pelatihan fisik, tetapi juga tempat pembentukan mental, psikologis, dan spiritual remaja secara menyeluruh. Melalui pendekatan yang benar-benar membangun pemahaman dan kesadaran diri, remaja diajak untuk kembali memanusiakan diri mereka dan membuka peluang untuk masa depan yang lebih cerah.
Dibandingkan dengan metode tradisional yang lebih menonjolkan pendekatan kebijaksanaan dan kontrol seperti pesantren atau tempat rehabilitasi sosial lainnya, program KDM memiliki nilai pembaharuan penting. Pendekatan ini lebih mengedepankan inovasi psikologi, dengan menempatkan individu sebagai pusat perubahan yang didukung oleh lingkungan yang terstruktur dan penguatan sosial yang kuat. Program ini juga meningkatkan rasa efikasi diri, pengendalian diri, serta tanggung jawab moral pada remaja, sehingga membuat mereka tidak hanya “patuh” karena tekanan luar, tetapi berubah karena kesadaran dan internalisasi nilai-nilai baru. Secara holistik, intervensi KDM mendorong perubahan pola pikir, sikap, dan perilaku yang dapat mengantarkan remaja bermasalah menjadi generasi muda yang lebih produktif, berkarakter dan mandiri. Dengan mendasarkan pada skema persepsi dari Paul A. Bell dan Sarwono, KDM berhasil mengubah persepsi negatif menjadi positif dan membentuk perilaku baru melalui lipatan dan pembiasaan dalam situasi lingkungan yang mendukung. Program ini juga menekankan pentingnya peran keluarga dan dukungan sosial sebagai penyokong perubahan perilaku yang berkelanjutan.
Dengan demikian,
langkah KDM dalam menangani remaja “unik” adalah contoh nyata bagaimana konsep
psikologi persepsi diterapkan dalam dunia nyata secara inovatif, efektif, dan
berdampak panjang. Perubahan yang dimulai dari persepsi dan didorong oleh
pengalaman positif yang berulang akan menjadi fondasi kuat bagi pembentukan
karakter bangsa yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Patimah, A. S., Shinta, A., & Al-Adib, A.
(2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(1),
23–29. https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta:
Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.

0 komentar:
Posting Komentar