6.11.25

Esai 8 - Ujian Tengah Semester Psikologi Inovasi Kelas A

Tugas Esai 8 : Ujian Tengah Semester

Mata Kuliah : Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A. 

Naeri Khasna (23310410046)

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), memiliki cara tersendiri dalam menangani remaja yang berperilaku “unik”, yaitu anak-anak yang sering merokok, berkelahi, membolos, atau terlibat dalam perilaku menyimpang lainnya. Cara yang dilakukan KDM ialah dengan memasukkan remaja “unik” tersebut ke dalam barak militer. Di dalam barak, para remaja dilatih untuk berdisiplin, berdoa, berolahraga, tepat waktu dalam beristirahat, belajar, serta membiasakan berbagai perilaku positif lainnya. Melalui cara tersebut, perilaku para remaja akhirnya berubah menjadi lebih baik, dan mereka mampu merencanakan masa depannya dengan lebih terarah.

KDM tidak memandang anak-anak itu sebagai sumber masalah yang perlu dihukum, melainkan sebagai individu yang membutuhkan pembentukan karakter melalui sistem yang tegas, teratur, dan penuh tanggung jawab. Berdasarkan skema persepsi yang dikemukakan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawan, hasil interaksi individu dengan lingkungan atau objek akan menghasilkan persepsi individu terhadap lingkungan atau objek tersebut (Patimah dkk., 2024). Jika persepsi individu masih berada dalam batas optimal, maka individu berada dalam keadaan homeostasis, yaitu kondisi seimbang (Sanger dkk., 2021). Namun, apabila persepsi yang terbentuk berada di luar batas optimal, maka akan muncul stres. Stres ini dapat memunculkan dua kemungkinan proses coping, yaitu adaptasi/adjustment, atau justru stres tersebut tetap berlanjut (Warouw & Mastutie, 2013).

KDM memersepsikan kondisi sosial remaja yang berperilaku “unik” sebagai keadaan yang “di luar batas optimal”. Sebagai bentuk coping, KDM menciptakan solusi yang tidak lazim, yakni menempatkan para remaja dalam lingkungan barak militer untuk membentuk kembali kedisiplinan dan keseimbangan perilaku mereka. Coping tersebut menunjukkan adanya upaya penyesuaian diri terhadap situasi yang menimbulkan ketegangan sosial, sehingga KDM berusaha mengembalikan keseimbangan melalui pendekatan yang bersifat konstruktif.

Sesuai dengan ilustrasi dalam Patimah dkk. (2024), perilaku adjustment tampak ketika seseorang menggergaji ranting-ranting pohon agar tidak terlalu rimbun sehingga lingkungan menjadi lebih terang tanpa perlu menebang pohon tersebut. Jika dikaitkan dengan tindakan KDM, perilaku yang ia lakukan termasuk dalam penerapan adjustment. Hal ini karena KDM tidak menghapus atau menolak keberadaan remaja “unik” tersebut, melainkan menyesuaikan pendekatan pembinaan mereka agar kembali pada keseimbangan sosial yang diharapkan.

Tindakan KDM juga menunjukkan bahwa adjustment tidak selalu bersifat pasif atau kompromistis. Dalam kasus remaja ini, penyesuaian justru berarti mengubah bentuk strategi tanpa mengubah tujuan utama, yakni membantu remaja agar berperilaku lebih baik. KDM menyesuaikan metode pembinaan dengan karakteristik remaja masa kini yang cenderung menolak kritik terhadap dirinya karena merasa perilaku yang dilakukan sudah benar (Respati dkk., 2006). Oleh karena itu, penerapan sistem yang menyerupai pelatihan militer dengan rutinitas, aturan, serta keteladanan nyata yang terstruktur dipilih oleh KDM sebagai pendekatan yang dianggap paling efektif untuk menumbuhkan perubahan perilaku.

Pendekatan tersebut sejalan dengan pandangan Masria dkk. (2015) yang menyatakan bahwa persepsi menjadi dasar terbentuknya sikap dan perilaku individu. Cara seseorang memersepsikan suatu situasi akan menentukan bagaimana ia meresponsnya melalui tindakan. Dalam kasus ini, KDM memersepsikan perilaku “unik” remaja bukan sebagai ancaman yang harus dihapus, melainkan sebagai bentuk ketidakseimbangan yang perlu diarahkan melalui lingkungan yang mendukung proses perubahan. Melalui pembinaan yang konsisten di barak militer, remaja mulai mengubah persepsinya terhadap dirinya dan kehidupannya, hingga akhirnya menunjukkan perubahan perilaku yang lebih baik serta mampu merencanakan masa depannya dengan lebih terarah.

Ketika perilaku baru seperti bangun tepat waktu, berdoa, berolahraga, dan belajar dilakukan secara berulang, perilaku tersebut perlahan berkembang menjadi kebiasaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Siagian (2015) yang menyatakan bahwa kebiasaan merupakan serangkaian tindakan seseorang yang dilakukan secara berulang terhadap hal yang sama hingga berlangsung tanpa proses berpikir lagi. Kebiasaan positif inilah yang pada akhirnya menjadi fondasi perubahan jangka panjang pada diri remaja. Tindakan KDM tidak hanya menciptakan perubahan perilaku secara nyata, tetapi juga menanamkan pola pikir baru yang berakar pada pengalaman langsung dan pembiasaan. Melalui perubahan persepsi dan pembentukan kebiasaan yang konsisten, remaja belajar menata kembali cara hidupnya sehingga mampu melihat dan merencanakan masa depan dengan lebih matang.

 

Daftar Pustaka

Masria, Golar, & Ihsan, M. (2015). Persepsi dan sikap masyarakat lokal terhadap hutan di Desa Labuan Toposo Kecamatan Kabuan Kabupaten Donggala. Warta Rimba, 3(2), 57–64.

Patimah, A. S., Shinta, A., & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(1), 23–29.

Respati, W. S., Yulianto, A., & Widiana, N. (2006). Perbedaan konsep diri antara remaja akhir yang mempersepsi pola asuh orang tua authoritarian, permissive, dan authoritative. Jurnal Psikologi, 4(2), 119–138.

Sanger, A. S., Waani, J. O., & Franklin, P. J. C. (2021). Tingkat adaptasi masyarakat terhadap bencana Gunung Api Lokon di Kota Tomohon. Media Matrasain, 18(2), 75–82. https://doi.org/10.35793/matrasain.v18i2.37072

Siagian, R. E. F. (2015). Pengaruh minat dan kebiasaan belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 2(2).

Warouw, H., & Mastutie, F. (2013). Mall dan hypermarket di Kotamobagu (Implementasi coping behavior menurut P. A. Bell dalam arsitektur). Jurnal Arsitektur Daseng, 2(3), 110–118.

 

0 komentar:

Posting Komentar