Tugas Esai 8 : Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah : Psikologi
Inovasi
Dosen Pengampu : Dr. Dra.
Arundati Shinta, M.A.
Naeri Khasna
(23310410046)
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Gubernur
Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), memiliki cara tersendiri dalam menangani
remaja yang berperilaku “unik”, yaitu anak-anak yang sering merokok, berkelahi,
membolos, atau terlibat dalam perilaku menyimpang lainnya. Cara yang dilakukan
KDM ialah dengan memasukkan remaja “unik” tersebut ke dalam barak militer. Di
dalam barak, para remaja dilatih untuk berdisiplin, berdoa, berolahraga, tepat
waktu dalam beristirahat, belajar, serta membiasakan berbagai perilaku positif
lainnya. Melalui cara tersebut, perilaku para remaja akhirnya berubah menjadi
lebih baik, dan mereka mampu merencanakan masa depannya dengan lebih terarah.
KDM
tidak memandang anak-anak itu sebagai sumber masalah yang perlu dihukum,
melainkan sebagai individu yang membutuhkan pembentukan karakter melalui sistem
yang tegas, teratur, dan penuh tanggung jawab. Berdasarkan skema persepsi yang
dikemukakan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawan, hasil interaksi individu dengan
lingkungan atau objek akan menghasilkan persepsi individu terhadap lingkungan
atau objek tersebut (Patimah dkk., 2024). Jika persepsi individu masih berada
dalam batas optimal, maka individu berada dalam keadaan homeostasis,
yaitu kondisi seimbang (Sanger dkk., 2021). Namun, apabila persepsi yang
terbentuk berada di luar batas optimal, maka akan muncul stres. Stres ini dapat
memunculkan dua kemungkinan proses coping, yaitu adaptasi/adjustment,
atau justru stres tersebut tetap berlanjut (Warouw & Mastutie, 2013).
KDM
memersepsikan kondisi sosial remaja yang berperilaku “unik” sebagai keadaan
yang “di luar batas optimal”. Sebagai bentuk coping, KDM menciptakan
solusi yang tidak lazim, yakni menempatkan para remaja dalam lingkungan barak
militer untuk membentuk kembali kedisiplinan dan keseimbangan perilaku mereka. Coping
tersebut menunjukkan adanya upaya penyesuaian diri terhadap situasi yang
menimbulkan ketegangan sosial, sehingga KDM berusaha mengembalikan keseimbangan
melalui pendekatan yang bersifat konstruktif.
Sesuai
dengan ilustrasi dalam Patimah dkk. (2024), perilaku adjustment tampak
ketika seseorang menggergaji ranting-ranting pohon agar tidak terlalu rimbun
sehingga lingkungan menjadi lebih terang tanpa perlu menebang pohon tersebut.
Jika dikaitkan dengan tindakan KDM, perilaku yang ia lakukan termasuk dalam
penerapan adjustment. Hal ini karena KDM tidak menghapus atau menolak
keberadaan remaja “unik” tersebut, melainkan menyesuaikan pendekatan pembinaan
mereka agar kembali pada keseimbangan sosial yang diharapkan.
Tindakan
KDM juga menunjukkan bahwa adjustment tidak selalu bersifat pasif atau
kompromistis. Dalam kasus remaja ini, penyesuaian justru berarti mengubah
bentuk strategi tanpa mengubah tujuan utama, yakni membantu remaja agar
berperilaku lebih baik. KDM menyesuaikan metode pembinaan dengan karakteristik
remaja masa kini yang cenderung menolak kritik terhadap dirinya karena merasa
perilaku yang dilakukan sudah benar (Respati dkk., 2006). Oleh karena itu,
penerapan sistem yang menyerupai pelatihan militer dengan rutinitas, aturan,
serta keteladanan nyata yang terstruktur dipilih oleh KDM sebagai pendekatan
yang dianggap paling efektif untuk menumbuhkan perubahan perilaku.
Pendekatan
tersebut sejalan dengan pandangan Masria dkk. (2015) yang menyatakan bahwa
persepsi menjadi dasar terbentuknya sikap dan perilaku individu. Cara seseorang
memersepsikan suatu situasi akan menentukan bagaimana ia meresponsnya melalui
tindakan. Dalam kasus ini, KDM memersepsikan perilaku “unik” remaja bukan
sebagai ancaman yang harus dihapus, melainkan sebagai bentuk ketidakseimbangan
yang perlu diarahkan melalui lingkungan yang mendukung proses perubahan.
Melalui pembinaan yang konsisten di barak militer, remaja mulai mengubah
persepsinya terhadap dirinya dan kehidupannya, hingga akhirnya menunjukkan
perubahan perilaku yang lebih baik serta mampu merencanakan masa depannya
dengan lebih terarah.
Ketika
perilaku baru seperti bangun tepat waktu, berdoa, berolahraga, dan belajar
dilakukan secara berulang, perilaku tersebut perlahan berkembang menjadi
kebiasaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Siagian (2015) yang menyatakan
bahwa kebiasaan merupakan serangkaian tindakan seseorang yang dilakukan secara
berulang terhadap hal yang sama hingga berlangsung tanpa proses berpikir lagi.
Kebiasaan positif inilah yang pada akhirnya menjadi fondasi perubahan jangka
panjang pada diri remaja. Tindakan KDM tidak hanya menciptakan perubahan
perilaku secara nyata, tetapi juga menanamkan pola pikir baru yang berakar pada
pengalaman langsung dan pembiasaan. Melalui perubahan persepsi dan pembentukan
kebiasaan yang konsisten, remaja belajar menata kembali cara hidupnya sehingga
mampu melihat dan merencanakan masa depan dengan lebih matang.
Daftar Pustaka
Masria,
Golar, & Ihsan, M. (2015). Persepsi dan sikap masyarakat lokal terhadap
hutan di Desa Labuan Toposo Kecamatan Kabuan Kabupaten Donggala. Warta
Rimba, 3(2), 57–64.
Patimah,
A. S., Shinta, A., & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal
Psikologi, 20(1), 23–29.
Respati,
W. S., Yulianto, A., & Widiana, N. (2006). Perbedaan konsep diri antara
remaja akhir yang mempersepsi pola asuh orang tua authoritarian, permissive,
dan authoritative. Jurnal Psikologi, 4(2), 119–138.
Sanger,
A. S., Waani, J. O., & Franklin, P. J. C. (2021). Tingkat adaptasi
masyarakat terhadap bencana Gunung Api Lokon di Kota Tomohon. Media
Matrasain, 18(2), 75–82. https://doi.org/10.35793/matrasain.v18i2.37072
Siagian,
R. E. F. (2015). Pengaruh minat dan kebiasaan belajar siswa terhadap prestasi
belajar matematika. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 2(2).
Warouw,
H., & Mastutie, F. (2013). Mall dan hypermarket di Kotamobagu (Implementasi
coping behavior menurut P. A. Bell dalam arsitektur). Jurnal Arsitektur
Daseng, 2(3), 110–118.

0 komentar:
Posting Komentar