6.11.25

Esai 8 (David) - UTS Psikologi Inovasi

 Tugas Esai 8 : Ujian Tengah Semester 

Mata Kuliah : Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, MA


David A. Laurent (23310410017)

Fakultas Psikologi 

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta 

2025



Peran Kang Dedi Mulyadi (KDM) Dalam Pembentukan Karakter Anak



        Kang Dedi Mulyadi atau yang lebih dikenal dengan singkatan KDM menjadi figur publik yang menarik perhatian masyarakat karena cara uniknya dalam menangani anak-anak atau remaja yang berperilaku menyimpang, seperti membolos, merokok, berkelahi, atau melawan orang tua. Beliau tidak memilih jalur hukuman yang keras, melainkan mengirim para remaja tersebut ke barak militer untuk dibina dalam kedisiplinan, doa, olahraga, dan kegiatan positif lainnya. Pendekatan KDM ini dapat dijelaskan melalui skema persepsi yang dikemukakan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Sarwono, 1995; Patimah et al., 2024), yang menggambarkan bagaimana individu menanggapi stimulus lingkungan hingga akhirnya membentuk perilaku adaptif.

Menurut teori persepsi Bell, perilaku seseorang berawal dari persepsi terhadap objek atau situasi di lingkungannya. Persepsi tersebut dipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuan, dan nilai-nilai individu. Ketika seseorang menghadapi situasi yang tidak nyaman atau di luar batas optimal, maka akan timbul stres. Untuk mengatasi stres tersebut, individu melakukan coping, yaitu upaya penyesuaian diri terhadap situasi. Bila coping berhasil, maka individu mencapai keadaan seimbang dan membentuk perilaku baru yang positif. Sebaliknya, bila coping gagal, muncul perasaan tidak berdaya atau learned helplessness.

Pendekatan KDM dapat dipahami sebagai upaya mengubah persepsi remaja terhadap lingkungan mereka. Remaja yang terbiasa dengan kebebasan tanpa arah, lingkungan sosial negatif, dan pola hidup tidak disiplin mengalami distorsi persepsi terhadap nilai kebaikan. Dalam skema Bell, kondisi ini dapat disebut sebagai situasi di luar batas optimal yang menimbulkan stres sosial dan perilaku menyimpang. KDM kemudian menciptakan stimulus lingkungan baru berupa kehidupan di barak militer yang merupakan sebuah ruang fisik dan sosial yang sangat berbeda dari kehidupan sebelumnya. Lingkungan barak menjadi media persepsi baru yang memaksa remaja melakukan coping, yaitu menyesuaikan diri dengan aturan, disiplin waktu, ibadah, serta tanggung jawab kelompok.

Dalam tahap coping ini, remaja belajar mengenali kembali nilai-nilai keteraturan dan tanggung jawab. Jika mereka berhasil menyesuaikan diri, maka perilaku positif yang diharapkan muncul secara bertahap menjadi kebiasaan baru. Proses ini sesuai dengan gagasan Patimah et al. (2024) bahwa perilaku yang diulang-ulang dalam situasi berhasil mengatasi stres, akan menumbuhkan kemampuan beradaptasi dan menumbuhkan persepsi positif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, keberhasilan pembinaan KDM bukan karena paksaan semata, tapi juga karena beliau membentuk ulang cara remaja mempersepsikan disiplin sebagai kebutuhan, bukan sebagai hukuman.

Pendekatan KDM juga menunjukkan bagaimana persepsi dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial. Dalam masyarakat Sunda yang menjunjung nilai gotong royong dan tata krama, KDM menggunakan pendekatan moral dan simbolik yakni seperti doa bersama, kerja bakti, dan kegiatan religius yang bertujuan untuk menanamkan makna baru bagi remaja. Hal tersebut sejalan dengan Sarwono (1995) yang menyebutkan bahwa budaya dan status sosial memengaruhi persepsi seseorang terhadap lingkungan. Tanpa menimbulkan stigma sosial, KDM memanfaatkan nilai budaya lokal untuk menormalkan perilaku remaja.

Secara psikologis, barak militer yang diciptakan KDM berfungsi sebagai lingkungan “terkontrol” yang menormalkan kembali sistem persepsi para remaja. Saat mereka belajar bangun pagi, berolahraga, berdoa, dan bekerja bersama, otak mereka mulai mengaitkan stimulus positif dengan rasa nyaman dan keberhasilan. Proses tersebut menciptakan homeostatis baru yaitu keseimbangan antara diri dan lingkungan yang konstruktif. Maka dari itu, perilaku positif yang muncul merupakan hasil perubahan persepsi yang dibangun melalui pengalaman langsung.

Sebaliknya, jika KDM hanya menghukum tanpa memberikan ruang coping, para remaja mungkin akan gagal menyesuaikan diri dan terjebak dalam learned helplessnes atau merasa tak mampu berubah. Namun dengan metode pembiasaan dan teladan, KDM justru membimbing mereka untuk menemukan makna baru dalam hidupnya.

Ditarik menjadi inti point bahwa jalan pikiran KDM sesuai dengan teori persepsi Paul A. Bell, yakni perubahan perilaku berawal dari perubahan persepsi terhadap lingkungan. Dengan menciptakan lingkungan yang positif dan menantang, KDM menstimulasi proses coping adaptif pada remaja. Hasil akhirnya adalah pembentukan kebiasaan baru yang lebih disiplin, bertanggung jawab, dan berorientasi pada masa depan.


(N.B : Klik buka gambar untuk mendapatkan hasil jernih)



Daftar Pustaka

Patimah, A. S., Shinta, A., & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(1), 23–29.

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.






0 komentar:

Posting Komentar