12.11.25

Esai 2 - Wawancara Disonansi Kognitif

 Tugas Esai 2 : Wawancara tentang Disonansi Kognitif 

 Mata Kuliah : Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A.

Bulan dan Tahun Terbit : November 2025


Amelia Natasya Rivani (23310410086)

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Disonansi Kognitif pada Perokok: Studi Kasus dan Analisis Mekanisme

Pertahanan Diri

Diskusi tentang perilaku merokok di kalangan mahasiswa dengan tingkat pengetahuan tinggi, seperti RS, mahasiswa tingkat akhir sekaligus anggota komunitas lingkungan kampus, mengungkap fenomena menarik: adanya ketidaksesuaian antara pengetahuan dan tindakan nyata. RS merupakan mahasiswa aktif yang sadar akan bahaya rokok bagi kesehatan dan lingkungan. Namun, dalam kesehariannya, RS tetap merokok secara rutin sebagai bagian dari kebiasaan dan cara mengelola stres. Fenomena ini dikenal sebagai disonansi kognitif, yaitu kondisi psikologis ketika seseorang mengalami ketegangan akibat adanya pertentangan antara keyakinan, sikap, atau perilaku yang berbeda, menyebabkan ketidaknyamanan psikologis yang berusaha dikurangi dengan berbagai cara (Festinger, 1957). Ketidaksesuaian ini penting dipahami untuk merancang intervensi yang mampu menjembatani kesenjangan antara pengetahuan dan perilaku.

Ketika diwawancarai mengenai kebiasaannya merokok, terdapat mekanisme pertahanan diri RS untuk perilakunya, sebagai berikut: 

Amel : "Bagaimana pandangan Anda mengenai bahaya rokok bagi kesehatan dan lingkungan, mengingat Anda aktif di komunitas lingkungan? Namun, bagaimana dengan kebiasaan merokok Anda sehari-hari, apa alasan di balik itu?"

RS : "Saya sadar banget rokok itu berbahaya untuk kesehatan dan merusak lingkungan, apalagi sebagai aktivis lingkungan saya sering mengkampanyekan gaya hidup sehat. Tapi jujur, merokok sudah menjadi bagian dari rutinitas harian saya, terutama saat stres atau diskusi dengan teman sekomunitas."

RS menunjukkan beberapa mekanisme pertahanan diri dalam menghadapi disonansi yang muncul akibat pengetahuannya tentang dampak buruk rokok dan kebiasaan merokok yang tetap ia lakukan. Mekanisme pertahanan diri, yang mencakup rasionalisasi, minimisasi, dan proyeksi, merupakan konsep yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud dalam teori psikoanalisisnya. Freud menjelaskan bahwa mekanisme-mekanisme ini adalah proses psikologis tidak sadar yang digunakan oleh ego untuk melindungi individu dari kecemasan dan konflik internal yang muncul akibat ketidaksesuaian antara pikiran, perasaan, dan tindakan (Freud, 1936). Anna Freud kemudian mengembangkan gagasan ini dengan memperinci berbagai jenis mekanisme pertahanan dalam The Ego and the Mechanisms of Defence. 

1.      Rasionalisasi
RS berusaha membenarkan tindakannya dengan menghubungkan kebiasaan merokok dengan kebutuhan bersosialisasi dan manajemen stres. Misalnya, pernyataannya yang menyebut merokok sebagai bagian dari rutinitas saat diskusi kelompok mengindikasikan upaya membingkai perilaku merokok dengan alasan emosional dan sosial.
RS :"Saya hanya merokok saat berkumpul dengan teman. Rasanya itu bagian dari relaksasi, bukan semata-mata membuat gaya-gayaan."

2.      Minimisasi
RS juga mengurangi pentingnya dampak buruk rokok dengan menganggap bahaya yang ditimbulkan tidak seberapa dibandingkan manfaat yang dirasakan.

RS :“Saya yakin, selama saya melakukan olah raga dan makan sehat, dampak rokok bisa diminimalisir.”

3.      Proyeksi
Kadang-kadang, RS memindahkan tanggung jawab perubahannya kepada lingkungan atau kelompok.
RS :"Kalau teman-teman berhenti, saya juga pasti bakal lebih mudah berhenti merokok.”

Permasalahan utama yang teridentifikasi adalah kegagalan internalisasi pengetahuan menjadi perilaku, meskipun RS mengakses informasi kesehatan rokok secara intensif (Rahmat & Kumala, 2021). Dalam perspektif psikologi inovasi, tantangan nyata yang dihadapi adalah merancang pendekatan yang tidak sekadar menambah pengetahuan, namun juga menstimulasi motivasi intrinsik dan self-efisiensi untuk berperilaku sehat (Abraham & Michie, 2008). Intervensi berbasis inovasi psikologis, seperti peer mentoring yang menekankan role-modeling tanpa judgement, atau penggunaan teknologi persuasif berbasis aplikasi kesehatan, dapat menjadi solusi untuk membantu individu seperti RS melewati fase disonansi dan menerapkan gaya hidup sehat. Studi kasus RS menampilkan bahwa mekanisme pertahanan diri penting untuk dipahami dalam merancang intervensi perilaku kesehatan yang inovatif. Pendekatan yang mencakup pendidikan, motivasi pribadi, serta dukungan sosial diyakini mampu memfasilitasi perubahan yang lebih efektif pada perokok yang mengalami disonansi kognitif.

Lampiran

 

Daftar Pustaka

Abraham, C., & Michie, S. (2008). Taksonomi teknik perubahan perilaku yang digunakan dalam intervensi. Psikologi Kesehatan, 27(3), 379-387.

Festinger, L. (1957). A theory of cognitive dissonance. Stanford University Press.

Freud, A. (1936). The ego and the mechanisms of defence. International Universities Press.

Rahmat, M., & Kumala, W. (2021). Disonansi kognitif dalam perilaku perokok mahasiswa. Jurnal Psikologi Inovasi, 12(2), 150-164.


0 komentar:

Posting Komentar