13.11.25

ESAI 2-PSIKOLOGI INOVASI


 ESAI 2-PSIKOLOGI INOVASI

KELAS SPSJ

DOSEN PENGAMPU : Dr.ARUNDATI SHINTA, M.A

CHRISTINA ANGELINE NATALIA M

24310420060

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA


Wawancara yang saya lakukan kali ini, berada di Kawasan titik nol jogja. Pada saat itu, saya bertemu dengan beberapa anak muda, salah satunya berinisial RB mahasiswa fakultas hukum Tingkat akhir yang merupakan perokok aktif. Saya menggali fenomena mahasiswa yang secara kognitif memahami bahaya rokok baik bagi kesehatan pribadi maupun lingkungan (limbah puntung) namun secara perilaku tetap melanjutkan kebiasaan tersebut. Inti dari permasalahan ini adalah disonansi kognitif, yaitu ketidaknyamanan mental yang timbul dari memegang dua keyakinan yang bertentangan (Saya tahu rokok berbahaya; Saya tetap merokok).

Setelah beberapa topik yang kami bahas, berikut analisis yang saya dapatkan dari wawancara yang saya lakukan dengan RB.

Saya: "Kamu kan mahasiswa, pasti paham dampak nikotin untuk paru-paru dan dampak mikroplastik dari filter rokok ke lingkungan. Tapi kenapa kamu masih merokok aktif?"

RB: "Paham banget. Saya tahu ini ironis. Tapi jujur, stresnya ngerjain skripsi. Rokok ini satu-satunya cara saya 'mengambil jeda' dan bisa fokus lagi. Kalau soal lingkungan, ya... saya tahu, tapi kontribusi saya 'kan kecil dibanding polusi pabrik? Lagi pula, kakek saya merokok sampai umur 80 tahun juga sehat-sehat saja. Saya pilih 'risiko' ini secara sadar."

Analisis dari jawabannya mengidentifikasi tiga mekanisme pertahanan utama:

  1. Rasionalisasi: Mekanisme dominan ini digunakan untuk menciptakan alasan yang terdengar logis. RB membingkai rokok bukan sebagai adiksi, melainkan sebagai alat fungsional yang "diperlukan" untuk mengelola stres akademik ("cara saya 'mengambil jeda' dan bisa fokus lagi").
  2. Minimisasi & Perbandingan yang Menguntungkan: RB secara aktif mengecilkan dampak negatif perilakunya. Dengan membandingkan limbah puntung rokoknya dengan polusi industri skala besar ("kontribusi saya 'kan kecil..."), ia mereduksi rasa bersalahnya.
  3. Penolakan Selektif (Optimism Bias): Data statistik objektif tentang bahaya rokok ditolak mentah-mentah dengan menggunakan hasil observasi pribadi yang berlawanan ("Kakek saya merokok sampai umur 80 tahun... sehat-sehat saja"). Ini adalah upaya untuk menempatkan diri sebagai "pengecualian" yang kebal risiko.

Fenomena resistensi pribadi ini memiliki kaitan erat dengan psikologi inovasi, khususnya pada konsep resistensi terhadap perubahan (resistance to change) dan inersia psikologis (psychological inertia).

Berhenti merokok pada dasarnya adalah sebuah "inovasi perilaku". Ini menuntut individu untuk meninggalkan kebiasaan lama yang sudah tertanam (status quo) dan mengadopsi sistem baru (gaya hidup sehat). Subjek dalam analisis ini gagal mengadopsi inovasi tersebut karena beberapa hambatan psikologis:

  • Biaya Transisi yang Tinggi: Secara subjektif, ia memandang "biaya" untuk berhenti (stres yang tidak terkelola, hilangnya fokus) jauh lebih tinggi daripada "manfaat" jangka pendek yang dirasakan dari merokok.
  • Hambatan Status Quo: Mekanisme pertahanan diri yang telah dibangun (rasionalisasi, minimisasi) berfungsi sebagai "antibodi" psikologis. Mereka "melawan" ide baru (berhenti merokok) untuk melindungi kenyamanan sistem adiktif yang ada saat ini, meskipun sistem itu jelas-jelas merusak.
  • Kesenjangan Knowing-Doing: Subjek adalah contoh mikro dari fenomena yang sering dipelajari dalam inovasi organisasi. Ia "tahu" apa yang harus dilakukan (berhenti), tetapi "gagal" dalam eksekusinya karena terhalang oleh bias dan kebiasaan.

Subjek akhirnya terperangkap dalam "zona nyaman" adiksi, dilindungi oleh dinding rasionalisasi yang ia bangun sendiri. Ia gagal berinovasi pada level paling fundamental: mengubah perilaku pribadi demi masa depan yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. Y. (2018). Disonansi Kognitif dan Perilaku Merokok pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi Ulayat, 6(1), 55-68.

Lubis, R. H., & Hasibuan, A. F. (2020). Hubungan Antara Kontrol Diri dan Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok dengan Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi (Psikovidia), 24(2), 112-120.

Pratiwi, N. W., & Setyorogo, S. (2019). Peran Rasionalisasi sebagai Mediator antara Pengetahuan Bahaya Rokok dan Intensi Berhenti Merokok. Jurnal Psikologi Kesehatan, 7(3), 134-145.

Sari, I. P., & Hidayat, R. (2021). Psikologi Inovasi dan Resistensi terhadap Perubahan Perilaku Kesehatan: Studi Kasus Perokok Aktif. Jurnal Psikologi Sosial Indonesia, 15(1), 45-59.

0 komentar:

Posting Komentar