ESAI 2-PSIKOLOGI INOVASI
KELAS SPSJ
DOSEN PENGAMPU :
Dr.ARUNDATI SHINTA, M.A
CHRISTINA ANGELINE
NATALIA M
24310420060
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Wawancara
yang saya lakukan kali ini, berada di Kawasan titik nol jogja. Pada saat itu,
saya bertemu dengan beberapa anak muda, salah satunya berinisial RB mahasiswa
fakultas hukum Tingkat akhir yang merupakan perokok aktif. Saya menggali
fenomena mahasiswa yang secara kognitif memahami bahaya rokok baik bagi
kesehatan pribadi maupun lingkungan (limbah puntung) namun secara perilaku
tetap melanjutkan kebiasaan tersebut. Inti dari permasalahan ini adalah disonansi
kognitif, yaitu ketidaknyamanan mental yang timbul dari memegang dua
keyakinan yang bertentangan (Saya tahu rokok berbahaya; Saya tetap merokok).
Setelah
beberapa topik yang kami bahas, berikut analisis yang saya dapatkan dari
wawancara yang saya lakukan dengan RB.
Saya:
"Kamu kan mahasiswa, pasti paham dampak nikotin untuk paru-paru dan dampak
mikroplastik dari filter rokok ke lingkungan. Tapi kenapa kamu masih merokok
aktif?"
RB:
"Paham banget. Saya tahu ini ironis. Tapi jujur, stresnya ngerjain skripsi.
Rokok ini satu-satunya cara saya 'mengambil jeda' dan bisa fokus lagi. Kalau
soal lingkungan, ya... saya tahu, tapi kontribusi saya 'kan kecil dibanding
polusi pabrik? Lagi pula, kakek saya merokok sampai umur 80 tahun juga
sehat-sehat saja. Saya pilih 'risiko' ini secara sadar."
Analisis
dari jawabannya mengidentifikasi tiga mekanisme pertahanan utama:
- Rasionalisasi: Mekanisme dominan ini digunakan
untuk menciptakan alasan yang terdengar logis. RB membingkai rokok bukan
sebagai adiksi, melainkan sebagai alat fungsional yang
"diperlukan" untuk mengelola stres akademik ("cara saya
'mengambil jeda' dan bisa fokus lagi").
- Minimisasi
& Perbandingan yang Menguntungkan: RB secara aktif mengecilkan dampak negatif
perilakunya. Dengan membandingkan limbah puntung rokoknya dengan polusi
industri skala besar ("kontribusi saya 'kan kecil..."), ia
mereduksi rasa bersalahnya.
- Penolakan
Selektif (Optimism Bias):
Data statistik objektif tentang bahaya rokok ditolak mentah-mentah dengan
menggunakan hasil observasi pribadi yang berlawanan ("Kakek saya
merokok sampai umur 80 tahun... sehat-sehat saja"). Ini adalah upaya
untuk menempatkan diri sebagai "pengecualian" yang kebal risiko.
Fenomena
resistensi pribadi ini memiliki kaitan erat dengan psikologi inovasi,
khususnya pada konsep resistensi terhadap perubahan (resistance to change)
dan inersia psikologis (psychological inertia).
Berhenti
merokok pada dasarnya adalah sebuah "inovasi perilaku". Ini menuntut
individu untuk meninggalkan kebiasaan lama yang sudah tertanam (status quo) dan
mengadopsi sistem baru (gaya hidup sehat). Subjek dalam analisis ini gagal
mengadopsi inovasi tersebut karena beberapa hambatan psikologis:
- Biaya
Transisi yang Tinggi:
Secara subjektif, ia memandang "biaya" untuk berhenti (stres
yang tidak terkelola, hilangnya fokus) jauh lebih tinggi daripada
"manfaat" jangka pendek yang dirasakan dari merokok.
- Hambatan
Status Quo: Mekanisme
pertahanan diri yang telah dibangun (rasionalisasi, minimisasi) berfungsi
sebagai "antibodi" psikologis. Mereka "melawan" ide
baru (berhenti merokok) untuk melindungi kenyamanan sistem adiktif yang
ada saat ini, meskipun sistem itu jelas-jelas merusak.
- Kesenjangan
Knowing-Doing:
Subjek adalah contoh mikro dari fenomena yang sering dipelajari dalam
inovasi organisasi. Ia "tahu" apa yang harus dilakukan
(berhenti), tetapi "gagal" dalam eksekusinya karena terhalang
oleh bias dan kebiasaan.
Subjek akhirnya terperangkap dalam "zona nyaman" adiksi, dilindungi oleh dinding rasionalisasi yang ia bangun sendiri. Ia gagal berinovasi pada level paling fundamental: mengubah perilaku pribadi demi masa depan yang lebih baik.
Aditama, T. Y. (2018). Disonansi Kognitif dan Perilaku
Merokok pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi Ulayat, 6(1), 55-68.
Lubis, R. H., & Hasibuan, A. F. (2020). Hubungan Antara
Kontrol Diri dan Pengetahuan Tentang Bahaya Rokok dengan Perilaku Merokok pada
Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi (Psikovidia), 24(2), 112-120.
Pratiwi, N. W., & Setyorogo, S. (2019). Peran
Rasionalisasi sebagai Mediator antara Pengetahuan Bahaya Rokok dan Intensi
Berhenti Merokok. Jurnal Psikologi Kesehatan, 7(3), 134-145.
Sari, I. P., & Hidayat, R. (2021). Psikologi Inovasi dan
Resistensi terhadap Perubahan Perilaku Kesehatan: Studi Kasus Perokok Aktif. Jurnal
Psikologi Sosial Indonesia, 15(1), 45-59.

0 komentar:
Posting Komentar