ESAI 2 WAWANCARA DISONANSI KOGNITIF
PSIKOLOGI INOVASI
DOSEN PENGAMPU : Dr. Dra. Arundati Shinta, MA.
Disonansi kognitif adalah konsep psikologi yang diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957, yang menggambarkan ketidaknyamanan mental yang timbul ketika seseorang memiliki dua kognisi yang saling bertentangan. Dalam konteks kebiasaan merokok, disonansi ini sering muncul ketika individu menyadari bahaya kesehatan dari merokok (seperti risiko kanker dan penyakit jantung) namun tetap melanjutkan kebiasaan tersebut.
Temuan penelitian Fadholi dan kawan-kawan (dalam jurnal "Disonansi Kognitif Perokok Aktif di Indonesia"), yang menunjukkan bahwa awal merokok sering didorong oleh coba-coba pribadi, ajakan teman, atau pengaruh keluarga. Alasan mereka mempertahankan kebiasaan merokok, karena merasa mendapatkan “rasa yang tak mudah untuk dinyatakan dengan kata-kata”.
Seperti subjek MA seorang wiraswasta berusia 42 tahun, yang awalnya coba-coba merokok karena sering ditawari disaat pertemuan rapat dan akhirnya tetap merokok sampai sekarang. permasalahan yang dihadapi Subjek MA adalah konflik antara kognisi tentang bahaya merokok dan manfaat yang ia rasakan secara subjektif. MA menyadari bahwa merokok berbahaya, namun ia tetap merokok karena percaya bahwa rokok membantu meningkatkan fokus, relaksasi, dan kreativitas. Dalam wawancara :
"Jika Anda tahu merokok berbahaya, apa alasan Anda tetap merokok?"
“Karena dengan merokok dapat membantu saya lebih fokus dan bisa bikin rileks dan kadang muncul ide-ide, lagipula banyak orang-orang yang lebih tua mereka merokok tapi masih sehat bisa bekerja yang berat-berat, mereka meninggal bukan karena sakit kanker, dan mereka juga punya banyak anak.
Ini mencerminkan disonansi kognisi pertama ("Merokok berbahaya bagi kesehatan") bertentangan dengan kognisi kedua ("Merokok memberikan manfaat psikologis dan sosial").
“Apakah Anda merasa bisa mengontrol kebiasaan merokok Anda kapan saja?"
“Sangat bisa mengontrol yaitu pada saat saya berada diruangan ber ac dan saat badan tidak bisa menerima unsur-unsur yang ada dalam rokok.”
Ini menunjukkan kontrol yang tidak sepenuhnya efektif, karena ia tetap merokok secara aktif.
Untuk mengurangi ketidaknyamanan dari disonansi kognitif, MA menggunakan beberapa mekanisme pertahanan diri, mekanisme ini membantu MA mempertahankan kebiasaan merokok dengan mengubah atau menyangkal kognisi yang bertentangan. MA merasionalisasi bahaya merokok dengan menekankan manfaat subjektif dan membandingkan diri dengan orang-orang tua yang merokok tapi tetap sehat dan produktif. Mekanisme ini bertujuan untuk membenarkan perilaku dengan logika pribadi, mengubah kognisi negatif menjadi positif untuk menghindari perasaan bersalah. MA menolak risiko kesehatan jangka panjang dengan mengamati contoh orang lain yang merokok tapi masih sehat. Mekanisme ini bertujuan melindungi ego dari kecemasan tentang masa depan, sehingga ia bisa terus merokok tanpa gangguan emosional. Serta MA merasa bisa mengontrol kebiasaan merokoknya, Ini adalah minimasi risiko, di mana ia mengurangi pentingnya bahaya dengan membatasi konteks merokok.
Mekanisme ini secara keseluruhan bertujuan untuk menjaga keseimbangan emosional yang memungkinkan Subjek MA berfungsi sehari-hari.
Disonansi kognitif pada Subjek MA menunjukkan konflik antara pengetahuan tentang bahaya merokok dan kebutuhan psikologisnya. Permasalahan ini dapat diatasi melalui inovasi perilaku. Subjek MA perlu didorong untuk berinovasi dalam cara berpikir, misalnya dengan mengembangkan kebiasaan baru yang mendukung produktivitas tanpa resiko kesehatan. seperti mengadopsi alternatif non-nikotin untuk meningkatkan fokus dan produktivitas, seperti meditasi atau aplikasi mindfulness.
DAFTAR PUSTAKA
Fadholi, et al. (2020). Disonansi Kognitif Perokok Aktif di Indonesia. Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi), 11(1), 1-14.
Suatan, Tatgyana A dan Irwansyah. (2021). Studi Review Sistematis: Aplikasi Teori Disonansi Kognitif dan Upaya Reduksinya pada Perokok Remaja. Jurnal Lensa Mutiara Komunikasi, 5(1), 72-82.
Ardhaniswari, Triworo,. et al. (2024). Analisis Disonansi Kognitif Perokok terhadap Produktivitas di Usia Produktif. Jurnal Communications, 6(2), 147-164.
0 komentar:
Posting Komentar