31.10.25

ESAI 2 WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF

 

TUGAS ESAI 2 WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF

DISONANSI KOGNITIF PADA MAHASISWA PEROKOK DI COFFEE SHOP

Olivia Yunita Trestiawati (23310410023)

Mata Kuliah Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

OKTOBER 2025

Coffee shop sering menjadi tempat favorit mahasiswa untuk mengerjakan tugas atau sekadar beristirahat setelah menghadiri kelas. Aktivitas ini sering kali diiringi dengan kebiasaan merokok, yang bagi sebagian orang dianggap bisa mengurangi stres atau meningkatkan fokus. Namun, kebiasaan merokok ini menarik untuk diteliti dari segi psikologi, karena menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara pemahaman tentang bahaya rokok dan tindakan yang tetap dilakukan.

Saya melakukan wawancara dengan seorang mahasiswa yang merupakan perokok aktif dan sering menghabiskan waktu di coffee shop. Tujuan wawancara ini adalah untuk memahami bentuk disonansi kognitif yang muncul ketika seseorang menyadari dampak negatif dari merokok, tetapi tetap mempertahankan kebiasaan tersebut. Narasumber yang berinisial H adalah mahasiswa semester delapan. Ia terlihat santai dan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diajukan.

Berikut cuplikan hasil wawancara:

A: Kapan pertama kali Anda mulai merokok?

H: Sejak duduk di bangku SMA. Awalnya hanya mengikuti teman-teman, tetapi lama-kelamaan menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan.

A: Apakah Anda mengetahui bahwa merokok memiliki dampak negatif bagi kesehatan?

H: Tentu saja saya tahu. Saya sering membaca informasi tentang bahaya rokok, terutama bagi paru-paru. Namun, ketika merasa stres atau lelah mengerjakan tugas kuliah, merokok membuat saya lebih tenang.

A: Apakah Anda pernah mencoba berhenti merokok?

H: Sudah beberapa kali. Namun, biasanya hanya bertahan beberapa hari. Lingkungan sekitar saya juga banyak yang merokok, sehingga ketika saya berhenti justru merasa tidak nyaman.

A: Menurut Anda, apakah merokok memiliki manfaat tertentu?

H: Mungkin bukan manfaat secara kesehatan, tetapi saya merasa lebih fokus ketika menulis tugas sambil merokok. Selama tidak berlebihan, saya rasa tidak masalah.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa H mengalami disonansi kognitif, yaitu ketidakcocokan antara apa yang ia ketahui dan apa yang ia lakukan. Ia tahu bahwa merokok berbahaya, tetapi tetap merokok karena merasa nyaman secara emosional. Pernyataannya bahwa “merokok tidak berlebihan” merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri, yakni rasionalisasi, yaitu cara untuk menenangkan rasa bersalah.

Selain itu, faktor sosial juga memperkuat kondisi ini. Banyak temannya yang merokok membuat tindakan tersebut terlihat alami. Norma dalam kelompok yang memperbolehkan membuatnya kurang termotivasi mengubah perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa disonansi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri, tetapi juga oleh lingkungan sosial yang mendukung kebiasaan lama.

Menurut Leon Festinger (1957), seseorang bisa mengurangi disonansi dengan cara mengubah perilaku, mengubah keyakinan, atau menambah keyakinan baru. H memilih menambah keyakinan dengan berpikir bahwa merokok “tidak masalah selama tidak berlebihan.” Cara ini memberi rasa tenang secara psikologis, tetapi justru menghalangi kemajuan pribadinya.

Dari sudut pandang psikologi inovasi, seseorang yang masih mempertahankan disonansi akan mengalami kesulitan berubah karena energi psikologisnya digunakan untuk membenarkan tindakan yang tidak benar. Kesadaran sendiri tidak cukup tanpa keberanian mengubah kebiasaan. Disonansi kognitif akhirnya menjadi hambatan bagi kemajuan pribadi dan keseimbangan diri.

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA:

Festiger, L. (1957). A theory of cognitive dissonance. Row, Peterson, New York.

Miller, M. K., Clark, J. D., & Jehle, A. (2015). Cognitive dissonance theory (Festinger). The Blackwell encyclopedia of sociology1, 543-549.

Fadholi, F., Prisanto, G. F., Ernungtyas, N. F., Irwansyah, I., & Hasna, S. (2020). Disonansi Kognitif Perokok Aktif di Indonesia. Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi Universitas Negeri Padang)11(1), 1.


 

0 komentar:

Posting Komentar