24.7.25

UAS PSIKOLOGI INOVASI_IRVAN DWIKURNIAWAN_22310410135

 UAS

MATA KULIAH PSIKOLOGI INOVASI


IRVAN DWIKURNIAWAN (22310410135)

Dosen Pengampu : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

 Yogyakarta


Kamis, 24 Juli 2025

Dari carita Ayuu Aryanti dan para remaja unik memiliki perbedaan perubahan diri antara Ayu Aryanti dan para remaja ‘unik’ yang ikut dalam program Kang Dedi Mulyadi (KDM) dapat dijelaskan melalui skema persepsi Paul A. Bell dkk. Dalam pendekatan ini, persepsi merupakan dasar pembentukan perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh tiga hal utama: stimulus dari lingkungan, karakteristik individu, dan proses kognitif. Tiga elemen tersebut saling memengaruhi dalam membentuk cara seseorang menilai dan merespon dunia sekitarnya.

Dalam konteks stimulus dari lingkungan Ayu Aryanti dan para remaja ‘unik’ sama-sama menerima stimulus lingkungan dari sosok KDM yang berperan sebagai figur otoritatif dan penyedia peluang perubahan. Ayu tinggal di rumah KDM, difasilitasi secara penuh untuk pendidikan dan kebutuhan hidupnya. Demikian pula para remaja ‘unik’, mereka ikut program pembinaan di barak militer KDM, juga mendapat perhatian, fasilitas, dan dukungan.

Namun yang membedakan adalah bentuk stimulus yang diterima. Ayu mendapat stimulus dalam bentuk fasilitasi dan kasih sayang, sementara remaja ‘unik’ mendapatkan stimulus dalam bentuk struktur, tekanan, dan kedisiplinan yang ketat. Pola pembinaan yang keras tetapi konsisten, mengaktifkan sistem respons terhadap aturan dan otoritas yang lebih kuat dalam diri remaja tersebut.

Dalam skema Bell, karakteristik individu meliputi latar belakang psikologis, pengalaman masa lalu, nilai-nilai pribadi, dan kepercayaan diri. Ayu memiliki karakteristik yang terlihat menyerupai masa lalu KDM: berasal dari keluarga sederhana, cerdas, dan memiliki potensi. Namun, Ayu juga memiliki keterikatan emosional yang kuat dengan lingkungan asalnya dan sistem nilai yang tampaknya belum siap menerima perubahan besar dalam waktu singkat.

Berbeda dengan Ayu, para remaja ‘unik’ memiliki latar belakang bermasalah: kenakalan remaja, penolakan terhadap norma, dan perilaku devian. Justru karena mereka sudah berada pada titik krisis, muncul motivasi internal yang lebih tinggi ketika diberi kesempatan kedua melalui program barak. Karakter mereka lebih terbuka terhadap perubahan karena sadar akan risiko masa depan jika tidak berubah.

Dalam proses kognitif mencakup cara seseorang menafsirkan stimulus yang datang dari lingkungan, lalu memutuskan sikap dan tindakan. Ayu tampaknya menafsirkan pengalaman bersama KDM bukan sebagai “peluang emas”, melainkan mungkin sebagai bentuk tekanan atau pemisahan dari kenyamanan lingkungan asalnya. Ia memilih kembali ke zona nyaman  menjadi penjual makaroni seperti orangtuanya, meskipun secara logika hal itu kurang menjanjikan untuk masa depan.

Sementara itu, para remaja ‘unik’ yang diasramakan mengalami kejutan budaya yang ekstrem (shock therapy). Mereka ditarik dari kebiasaan lama dan dibentuk dengan sistem disiplin yang ketat. Dalam proses ini, persepsi mereka tentang hidup, masa depan, dan tanggung jawab mulai berubah. Mereka mulai menilai bahwa perubahan perilaku membawa hasil yang nyata: diterima kembali oleh keluarga, punya tujuan hidup, dan mendapatkan penghargaan sosial. Proses kognitif ini memperkuat keinginan untuk mempertahankan perilaku positif.

Kesimpulan

Perbedaan perubahan diri antara Ayu Aryanti dan para remaja ‘unik’ dapat dijelaskan dari cara mereka mempersepsi stimulus yang sama yaitu perhatian dan bimbingan dari KDM dengan hasil yang sangat berbeda. Ayu mempersepsikan bimbingan itu sebagai sesuatu yang tidak cukup menggerakkan niatnya untuk berubah, karena persepsinya tentang kehidupan dan masa depan belum sepenuhnya terbuka terhadap hal baru. Sebaliknya, remaja ‘unik’ mempersepsikan tekanan dan pembinaan dalam barak sebagai panggilan untuk berubah demi masa depan yang lebih baik.

Dalam perspektif Paul A. Bell, persepsi inilah yang menjadi awal terbentuknya perilaku. Ketika persepsi tentang perubahan dianggap positif dan bermanfaat, maka perilaku akan mengikuti. Jika perilaku baru tersebut diulang secara konsisten, ia akan berkembang menjadi kebiasaan. Kebiasaan baik inilah yang menjadi fondasi perubahan diri yang lebih permanen. Maka, perubahan bukan hanya soal peluang, tetapi juga soal kesiapan dan kemauan seseorang dalam memaknai stimulus yang ia terima.


Daftar Pustaka:

Kadisdik. (2024). Data kasus penolakan pendidikan lanjutan siswa binaan KDM. Dinas Pendidikan Jawa Barat.

KDM Channel. (2022b). Perjalanan Ayu Aryanti bersama Kang Dedi Mulyadi. Diakses dari YouTube: https://www.youtube.com/@KDMChannel

Patimah, S., Dewi, A. A., & Ramdani, A. A. (2024). Psikologi Sosial Inovatif: Teori dan Aplikasi dalam Kehidupan Modern. Bandung: Pustaka Psikologi Nusantara.

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Sosial: Individu dan Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka.


0 komentar:

Posting Komentar