UAS MATA KULIAH PSIKOLOGI INOVASI
Perubahan Diri Menurut Skema Persepsi Paul A. Bell Studi Kasus Remaja Anak Asuh Kang Dedi Mulyadi
Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta., MA
Oleh : Elvira Febrian (22310410187)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
2025
Dalam proses persepsi oleh Paul A Bell (1978) dijelaskan bahwa persepsi adalah proses menerima informasi dari lingkungan, suatu proses untuk mendapatkan informasi dari dan tentang lingkungan seseorang yang berfokus pada penerimaan pengalaman empiris, biasanya didahului dengan adanya stimulus, proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti oleh individu yang bersangkutan ini disebut persepsi. Pada skema persepsi oleh Paul Bell (1978) dijelaskan bahwa persepsi dapat timbul dari individu dan objek fisik, lalu dari persepsi itu ada yang dalam batas optimal dan ada yang diluar batas optimal seseorang. Dalam batas optimal akan berlanjut menjadi homeostasis, jika persepsi yang didapat diluar batas optimal akan berlanjut menjadi stress. Lalu dari stress ini akan timbul 2 aksi yaitu adaptasi atau stress itu masih tetap berlanjut.
Kang Dedi Mulyadi (KDM), mantan Bupati Purwakarta dan politisi dari Partai Golkar, telah menjadi fenomena di media sosial Indonesia karena caranya dalam mengajak rakyatnya untuk melakukan perubahan diri yang terkesan memaksa. Dalam prosesnya tentu ada yang mendukung dan ada juga yang menolak melakukan perubahan seperti kasus ayu aryanti dan remaja unik yang dipaksa masuk barak militer oleh orang tuanya. Ayu Aryanti adalah salah satu kisah yang menarik perhatian publik karena interaksinya dengan Kang Dedi Mulyadi. Ayu Aryanti seorang remaja berusia 15-16 tahun dari Jawa Barat. Ayu, yang berasal dari keluarga kurang mampu, menunjukkan dedikasi tinggi terhadap pendidikan dan keluarganya. Kang Dedi Mulyadi terkesan dengan semangat Ayu dan memutuskan untuk mengadopsinya sebagai anak asuh. Ayu sempat tinggal bersama keluarga Kang Dedi Mulyadi selama dua tahun dan selama itu ayu diberikan berbagai fasilitas untuk mendukung perkembangan pendidikannya. Selain ayu ada juga beberapa remaja yang dibina oleh Kang Dedi Mulyadi karena melakukan tawuran, tidak mau bersekolah, sering mengkonsumsi minuman alkohol dan berbagai kenakalan remaja lainnya. Para remaja nakal tersebut akhirnya dipaksa orang tuanya dan dimasukan ke barak oleh Kang Dedi Mulyadi agar bisa dibimbing dan diarahkan untuk bisa melakukan perubahan yang lebih baik seperti disiplin, belajar,berdoa, berolahraga, istirahat tepat waktu dan berbagai kebiasaan baik lain.
Dari kedua kasus tersebut kita bisa kaitkan terhadap teori Paul A.bell yang sudah saya jabarkan di atas bahwa memang akan terjadi dua reaksi stress akibat perubahan yaitu adaptasi atau tidak bisa beradaptasi yang berakibat stress tersebut akan terus menerus berlanjut. Pada kasus ayu persepsinya terhadap stimulus (hidup dengan Kang Dedi Mulyadi) bersifat defensif atau menolak, karena mungkin ia tidak merasakan makna personal dari bantuan yang diberikan. Dalam diri ayu juga tidak terbentuk kognisi positif terhadap masa depan, karena ia tidak menginternalisasi nilai perubahan sebagai kebutuhan pribadi. Dia menganggap perubahan diri sebagai beban yang akhirnya ayu menganggap hal tersebut sebagai beban stress dan memilih untuk kembali zona nyaman (jualan dengan orangtua) lebih menarik karena sudah dikenal dan terasa aman. Sedangkan untuk kasus yang kedua remaja tersebut mengalami tekanan lingkungan (barak) yang memaksa dia untuk menyesuaikan diri. Persepsi terhadap stimulus diubah lewat pengalaman langsung, reward punishment, dan pendampingan emosional (anak asuh). Interpretasi remaja tersebut berubah dari "dipaksa" menjadi "kesempatan". Umpan balik positif (dukungan, hasil nyata, pengakuan) membentuk habit baru dan mendorong perubahan identitas dari remaja tersebut.
Perbedaan respons Ayu dan remaja unik yang dimasukkan ke barak menunjukkan pentingnya pendekatan individual dalam mendorong perubahan diri. Tidak semua orang merespons dengan cara yang sama. Solusi yang efektif memerlukan pemahaman mendalam tentang persepsi individu dan motivasi internal mereka. Untuk Ayu, pendekatan yang lebih empatik dan berfokus pada kebutuhan dan aspirasi pribadinya mungkin lebih efektif daripada paksaan. Membangun kepercayaan dan hubungan yang kuat dapat membantu mengubah persepsinya tentang perubahan. Sedangkan untuk remaja "unik," pendekatan yang tegas dan terstruktur seperti program KDM terbukti efektif. Namun, penting untuk memastikan keberlanjutan perubahan perilaku tersebut melalui dukungan dan bimbingan setelah program berakhir.
Daftar Pustaka
Irfan Dwifan, M. H., Andria Nirawati, M., & Nurul Handayani, K. (2024). KONSEP ARSITEKTUR PERILAKU SEBAGAI STRATEGI DESAIN. In Maret (Issue 2). https://jurnal.ft.uns.ac.id/index.php/senthong/index
0 komentar:
Posting Komentar