NAMA : IJLAL FADHLURRAHMAN
NIM : 22310410154
MATA KULIAH : PSIKOLOGI INOVASI
DOSEN PENGAMPU : DR. ARUNDATI SHINTA, M.A.
25 JULI 2025
Perubahan hidup sering kali terasa berat, apalagi bagi seseorang yang sudah terbiasa dengan zona nyaman. Dalam konteks ini, kisah Ayu Aryanti dan para remaja ‘unik’ binaan Kang Dedi Mulyadi (KDM) menarik untuk dibahas. Keduanya sama-sama mendapat kesempatan untuk mengubah masa depan, namun cara mereka merespons peluang tersebut sangat berbeda. Ayu, yang sejak kecil hidup sederhana, mendapat perhatian penuh dari KDM, tinggal bersama KDM, mendapat biaya sekolah, bahkan dijanjikan dukungan untuk kuliah. Namun, setelah lulus SMK, Ayu menolak melanjutkan pendidikan dan kembali ke kehidupan lamanya sebagai penjual makaroni dengan penghasilan kecil.
Di sisi lain, remaja ‘unik’ yang awalnya dikenal nakal, suka tawuran, atau melawan orang tua, justru berhasil berubah setelah mengikuti pembinaan di barak militer KDM. Mereka dibentuk melalui latihan disiplin, doa, olahraga, belajar rutin, dan aturan ketat yang melatih kedisiplinan mental maupun fisik. Hasilnya, mereka menjadi lebih tertata, sopan, dan punya arah masa depan yang jelas. Fenomena ini memperlihatkan bahwa perubahan bukan hanya soal fasilitas, tetapi juga tentang bagaimana seseorang memandang dan menafsirkan peluang.
Permasalahan
Permasalahan utama pada Ayu adalah cara pandangnya terhadap kesempatan. Menurut teori persepsi Paul A. Bell, setiap individu memproses informasi dari lingkungan melalui tiga tahap: seleksi, interpretasi, dan respon (Patimah, Shinta, & Al-Adib, 2024). Ayu gagal di tahap interpretasi. Ia tidak melihat peluang sekolah gratis dan dukungan KDM sebagai jalan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Persepsinya berhenti pada keyakinan bahwa hidup sederhana dan membantu orang tua sudah cukup. Pola pikir ini membuatnya enggan keluar dari zona nyaman.
Sebaliknya, remaja ‘unik’ justru merespons stimulus dengan cara positif. Mereka belajar melihat bahwa disiplin, kerja keras, dan rutinitas sehat adalah kunci untuk memperbaiki diri. Mereka menginterpretasikan aturan barak militer sebagai pelajaran hidup, bukan sekadar paksaan. Dari sini, perilaku positif mulai terbentuk dan menjadi kebiasaan.
Jurnal Fhadila (2017) menegaskan bahwa masa remaja adalah periode “badai dan stres” (storm and stress) di mana emosi mudah berubah, identitas diri sedang dicari, dan remaja cenderung menolak aturan jika tidak merasa dihargai. Ayu kemungkinan berada pada fase ini. Ia melihat bantuan KDM bukan sebagai peluang, tetapi sebagai hal yang membatasi kebebasannya.
Solusi
Untuk membantu Ayu, diperlukan pendekatan yang mampu menyentuh motivasi dan kesadarannya. Pendampingan emosional menjadi langkah awal, misalnya dengan memberi pemahaman tentang pentingnya pendidikan dan contoh nyata orang-orang yang berhasil meraih mimpi berkat sekolah tinggi. Ayu juga butuh lingkungan sosial yang mendukung, seperti teman sebaya yang punya semangat belajar.
Pendekatan KDM pada remaja ‘unik’ juga bisa diterapkan pada Ayu. Kegiatan terstruktur, penghargaan atas usaha kecil, serta motivasi berkelanjutan dapat mendorong perubahan persepsi. Patimah et al. (2024) menyebutkan bahwa perilaku yang dilakukan secara berulang dalam lingkungan positif akan membentuk habitus baru. Artinya, jika Ayu dilatih dengan rutinitas yang sehat, lambat laun pola pikirnya bisa berubah.
Selain itu, penting juga membangun rasa percaya diri Ayu. Fhadila (2017) menjelaskan bahwa remaja sering kali ragu dengan kemampuan diri mereka. Jika Ayu merasa mampu, ia akan lebih terbuka untuk mencoba hal baru, termasuk melanjutkan pendidikan.
Kesimpulan
Kisah Ayu Aryanti dan remaja ‘unik’ binaan KDM mengajarkan bahwa perubahan diri bukan hanya soal kesempatan atau fasilitas, tetapi juga cara kita memaknai kesempatan itu. Ayu gagal berubah karena persepsi dan motivasinya tidak berkembang. Sementara itu, remaja ‘unik’ mampu berubah karena mereka mau menerima stimulus positif, menafsirkannya dengan benar, dan menjadikannya kebiasaan.
Solusi untuk Ayu adalah menciptakan lingkungan yang mendorong kesadaran diri, memberikan motivasi, serta membangun rutinitas yang positif. Jika hal ini dilakukan, peluang perubahan tidak hanya terbuka, tetapi juga bisa bertahan dalam jangka panjang.
Daftar Pustaka
- Fhadila, K. D. (2017). Menyikapi perubahan perilaku remaja. Jurnal Penelitian Guru Indonesia, 2(2), 63–70.
- Patimah, A.S., Shinta, A., & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(1), 23–29.
0 komentar:
Posting Komentar