25.7.25

Esai 9 - UAS Psikologi Inovasi

 Nama: Silau Ildabella Septama

NIM: 24310420065

Dosen Pengampu: Dra. Arundati Shinta, MA

Psikologi Inovasi

Esai 9 - Ujian Akhir Semester

Juli 2025




Persepsi adalah proses kognisi dasar yang berlangsung sejak seseorang lahir. Persepsi merupakan tahap pertama saat informasi diterima oleh otak dan menjadi database kerangka berpikir seseorang (Mira & Real, 2005).

Sementara itu, persepsi lingkungan merupakan berbagai cara individu dalam memahami dan menerima stimulus dari lingkungan di sekitarnya (Fisher dkk, 1984).

Dalam perkembangan psikologi, persepsi memiliki skema yang dikembangkan oleh Paul A. Bell dan kawan-kawannya. Skema tersebut menjelaskan bahwa persepsi muncul saat ada objek yang dapat diamati oleh seseorang yang kemudian memiliki dampak jangka panjang. Lebih lanjut, diungkapkan bahwa persepsi memiliki batas optimal sehingga individu dapat dikatakan dalam keadaan yang seimbang atau homeostatis. Sebaliknya, jika persepsi melewati batas optimal atau tidak dapat diterima oleh individu, maka dapat memicu tekanan atau stress. Stress ini dapat memicu individu untuk melakukan koping, jika koping berhasil maka akan tercipta perilaku adaptasi atau penyesuaian terhadap persepsi baru. Namun, jika koping gagal maka akan menimbulkan stress berkelanjutan dan berefek jangka panjang, sama halnya jika koping berhasil.

Dalam contoh kasus yang kita bahas ini, yakni perbedaan perubahan diri antara Ayu Aryanti dan para remaja yang ditaruh di barak militer, kita dapat mengamati perbedaan perubahan antara keduanya dan bagaimana skema persepsi dari Paul A. Bell dkk bekerja di dunia nyata.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, persepsi terbentuk dimulai dengan mengamati objek. Ayu dan para remaja tersebut sama-sama dihadapkan pada objek baru dalam hal ini lingkungan. Yang awalnya keduanya tumbuh diasuh oleh orang tua di rumah masing-masing kemudian dibawa ke tempat baru—Ayu tinggal bersama KDM dan para remaja tersebut tinggal di barak militer. Kita dapat menyimpulkan bahwa lingkungan baru ini bukanlah hal yang mudah untuk diterima; Ayu harus berpisah dari orang tuanya, rumah dan kebiasaanya di tempat asal, mendapat Pendidikan layak dan menjalani kehidupan yang jauh dari kesederhanaan yang mana selama ini ia rasakan. Sementara para remaja yang dikirim ke barak harus merasakan dididik oleh apparat TNI dengan aturan dan kebebasan yang berbeda dari apa yang mereka terima dari orang tuanya. Baik Ayu dan para remaja tersebut mengalami lingkungan dan pengalaman baru dimana mereka dipaksa untuk keluar dari zona nyamannya, dididik oleh orang asing yang tidak mereka kenal dan kehilangan kebebasan sekaligus kendali yang mereka miliki selagi masih dalam asuhan orang tua kandungnya.

Perbedaan dapat kita jumpai dari respon Ayu dan para remaja yang dikirim ke barak. Dengan semua stimulus baru yang diterimanya, Ayu ternyata gagal dalam melakukan koping. Dan berakhir seperti yang kita tahu, ia memilih kembali ke rumah orang tuanya dan menjalani kehidupan yang familiar sekalipun bagi orang lain pilihan tersebut ibarat menyia-nyiakan kesempatan. Ayu justru mengalami stress berkelanjutan sehingga tidak lagi mampu menimbang efek jangka panjang jikalau ia kembali ke kehidupan lamanya dan menolak kesempatan dari KDM untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi dan kesempatan karir yang lebih luas. Respon berbeda bisa kita lihat dari para remaja yang dididik di barak militer. Meskipun dihadapkan pada lingkungan baru yang tidak menyenangkan dengan banyak aturan yang tidak pernah mereka turuti saat tinggal bersama orang tua, banyak dari mereka yang berhasil menciptakan koping dan dapat beradaptasi dengan kehidupan di barak yang tegas dan tidak bebas. Remaja tanpa orang tua juga diangkat menjadi anak asuh oleh KDM dan menerima jaminan pendidikan.

Persepsi menjadi dasar terbentuknya perilaku yang dilakukan berulang-ulang dan kemudian menjadi kebiasaan. Berdasarkan kasus di atas, persepsi yang dimiliki Ayu dan para remaja tersebut terbentuk dari rumah, lingkungan tempat mereka tinggal dan asuhan orang tuanya. Dari situlah terbentuk kebiasaan yang menjadi zona nyaman. Ayu terbiasa hidup dalam keadaan apa adanya, kekurangan namun karena hal itu adalah kebiasaan, maka iapun menjadi pasrah. Persepsi baru tentang tinggal di rumah orang tua angkat, memperoleh pendidikan tinggi dan dijamin kebutuhannya nampaknya melebihi batas optimal yang tidak dapat ia terima. Ayu justru stress dan berakhir memilih kembali ke zona nyaman—kepada persepsi awalnya tentang kehidupan yang ingin ia jalani. Remaja yang dikirim ke barak memiliki persepsi tentang kebebasan berekspresi dengan kenakalan dan melawan orang tua. Hal yang mereka pelajari sedari dini karena berbagai faktor. Lingkungan barak militer memberikan mereka persepsi baru dan membentuk perilaku baru, yakni perubahan.


Daftar pustaka
Sari, E., Y., D. (2020). Paradigma Baru Psikologi Lingkungan. Yogyakarta: UAD Press

Patimah, A., S., Shinta, A., Adib, A., A. (2024). Persepsi Terhadap Lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1). 23-29

0 komentar:

Posting Komentar