25.7.25

ESSAI UAS - JOHANES GERANDTINO - 23310410068

 Ujian Akhir Semester Psikologi Inovasi

Johanes Gerandtino 23310410064

Dosen Pengampu Dra. Arundati Shinta, M.A

Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Tahun 2025




Perubahan adalah bagian tak terpisahkan dari hidup, namun seringkali sulit diterima dan diimplementasikan. Upaya Gubernur Jawa Barat sebelumnya, Kang Dedi Mulyadi (KDM), dalam mendorong perubahan positif di masyarakatnya menjadi studi kasus yang menarik untuk memahami dinamika ini. Dua kasus, Ayu Aryanti dan kelompok remaja 'unik', secara gamblang menggambarkan respons yang berbeda terhadap upaya perubahan yang sama. Sebagai mahasiswa Psikologi Inovasi, sangat penting untuk memahami pola perubahan ini, terutama melalui skema persepsi yang dikembangkan oleh Paul A. Bell dan rekan-rekannya, yang menyatakan bahwa persepsi adalah fondasi utama bagi pembentukan perilaku dan kebiasaan.


Menurut Bell, persepsi adalah proses kompleks di mana seorang individu memahami, menginterpretasikan, dan memberi makna pada informasi yang diterima dari lingkungan sekitarnya. Proses ini tidaklah sederhana, melainkan melibatkan serangkaian elemen penting: stimulus yang diterima, pengalaman masa lalu yang membentuk kerangka referensi individu, serta kebutuhan dan nilai-nilai yang diyakini secara mendalam. Kombinasi unik dari elemen-elemen inilah yang pada akhirnya membentuk interpretasi, sikap, perilaku, hingga kebiasaan seseorang. Perbedaan dalam satu atau lebih dari elemen-elemen ini secara logis menjelaskan mengapa orang dapat bereaksi sangat berbeda terhadap stimulus yang sama, bahkan ketika dihadapkan pada situasi yang serupa.


Kasus Ayu Aryanti, seorang anak asuh KDM yang dikenal cerdas dan berprestasi, menyajikan sebuah paradoks menarik. Meskipun memiliki potensi akademik yang besar dan mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi, Ayu justru menolak dan memilih untuk kembali berjualan makaroni. Melalui lensa analisis Bell, dapat terlihat bahwa pengalaman masa lalu dan nilai-nilai yang Ayu pegang sangat kuat, yaitu kenyamanan dan stabilitas dari lingkungan yang sudah dikenal dan familiar baginya, memainkan peran krusial. Ayu menginterpretasikan pendidikan tinggi sebagai sesuatu yang tidak sejalan atau bahkan mengancam kebutuhan intinya akan zona nyaman tersebut. Sikap penolakan ini, pada gilirannya, mengukuhkan kebiasaan lamanya yang sudah terbentuk. Bahkan waktu dua tahun yang dihabiskan di lingkungan KDM, dengan segala stimulus positifnya, ternyata belum cukup untuk mengubah struktur persepsi fundamental Ayu yang telah mengakar kuat.


Berbeda secara drastis dengan Ayu, kelompok remaja 'unik' yang sebelumnya dikenal nakal dan tanpa arah justru menunjukkan perubahan signifikan setelah 'dipaksa' masuk ke barak militer oleh KDM. Stimulus lingkungan barak yang disiplin dan terstruktur, ditambah dengan pengalaman masa lalu mereka yang seringkali kurang arah dan bimbingan, secara bersamaan menciptakan kebutuhan baru akan struktur dan tujuan dalam hidup mereka. Di lingkungan yang baru ini, mereka secara intens terpapar pada nilai-nilai baru seperti disiplin, tanggung jawab, dan kerja keras. Paparan ini mengubah interpretasi mereka: lingkungan baru ini tidak lagi dilihat sebagai paksaan, melainkan sebagai sumber harapan dan peluang untuk masa depan yang lebih baik. Sikap menerima disiplin ini secara bertahap berujung pada perilaku dan kebiasaan positif yang baru, memungkinkan mereka untuk mulai merencanakan masa depan dengan lebih terarah dan optimis.


Kedua kasus, Ayu dan remaja 'unik', secara jelas menunjukkan bahwa meskipun KDM sebagai agen perubahan telah menyediakan stimulus positif dan kesempatan yang sama, hasil akhirnya sangat bergantung pada bagaimana individu memproses stimulus tersebut melalui lensa persepsi mereka yang unik. Ayu memilih untuk tidak berubah karena persepsi kuat yang terbentuk dari masa lalu dan nilai-nilai yang sudah mengakar. Sebaliknya, remaja 'unik' berhasil menggeser interpretasi mereka terhadap stimulus yang sama, menghasilkan perubahan perilaku yang signifikan dan fundamental.


Ini menekankan pentingnya memahami bahwa perubahan bukanlah sekadar tentang menyediakan stimulus eksternal. Perubahan sejati terjadi ketika individu mampu mengubah cara mereka memandang, menginterpretasikan, dan memberi makna pada stimulus tersebut. Oleh karena itu, bagi para agen perubahan, kunci utamanya adalah mengidentifikasi dan memahami faktor-faktor internal, seperti pengalaman masa lalu, kebutuhan, dan nilai-nilai individu, yang membentuk struktur persepsi mereka. Hanya dengan memahami dinamika internal inilah upaya untuk mendorong perubahan positif dapat dirancang secara lebih efektif dan tepat sasaran.


0 komentar:

Posting Komentar