UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
TAHUN AKADEMIK 2024/2025
Disusun oleh : Ibnu Abdul Aziz / 22310410165
Dosen Pengampu : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA
Mata Kuliah Psikologi Inovasi
UJIAN AKHIS SEMESTER (UAS)
24 Juli 2025
Persepsi dan Perubahan Diri: Studi Kasus Ayu Aryanti dan Remaja Unik dalam Binaan Kang Dedi Mulyadi
Transformasi merupakan bagian alami dari perjalanan hidup manusia, namun respons setiap individu dalam menyikapinya sangatlah beragam, bergantung pada kerangka berpikir dan lensa subjektif yang mereka gunakan. Faktor eksternal, seperti intervensi yang dilakukan oleh figur publik Kang Dedi Mulyadi (KDM), seringkali bertindak sebagai pemicu transformasi bagi individu dengan tantangan perilaku, terutama di kalangan remaja. Meskipun demikian, efektivitas intervensi tersebut tidaklah universa dan kenyataannya tidak semua orang mau atau mampu berubah. Dua contoh yang bisa diangkat ialah kisah Ayu Aryanti dan beberapa remaja "unik" lainnya yang pernah diasuh oleh KDM. Mengacu pada kerangka persepsi yang dikembangkan oleh Paul A. Bell bersama koleganya,untuk membuktikan bahwa keberhasilan perubahan pada akhirnya ditentukan oleh bagaimana individu secara kognitif memproses dan memberi makna pada lingkungan serta stimulus yang mereka terima.
Kang Dedi Mulyadi memberikan kesempatan luar biasa kepada Ayu Aryanti, seorang siswi SMK dari latar belakang ekonomi sederhana, dengan menjadikannya anak asuh sekaligus menyediakan segala kebutuhan hidup, pendidikan, dan akses menuju perguruan tinggi. Namun, setelah menyelesaikan pendidikan SMK, Ayu memilih kembali ke daerah asalnya dan berjualan makaroni, melepas berbagai peluang yang dapat membuka pintu masa depan yang lebih cerah. Di sisi lain, sejumlah pemuda yang sebelumnya terlibat dalam perilaku menyimpang seperti tawuran, minum-minuman keras, dan membangkang kepada orangtua justru mengalami transformasi signifikan usai menjalani program pembinaan yang diterapkan KDM. Mereka menjadi pribadi yang lebih tertib, fokus pada tujuan, dan memiliki visi baik dalam bidang akademis maupun spiritual.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar: mengapa justru Ayu, yang dikenal taat dan berprestasi, kesulitan memanfaatkan perubahan, sementara para remaja yang sebelumnya dikenal bermasalah dapat berkembang pesat dan memperbaiki diri? Menurut Paul A. Bell, persepsi adalah proses psikologis yang bermula dari rangsangan lingkungan yang diterima individu, lalu diproses melalui tahap kognisi, afeksi, serta motivasi. Hasil pengolahan ini kemudian diwujudkan dalam perilaku nyata. Dengan kata lain, persepsi terdiri dari tiga bagian utama: stimulus lingkungan, proses internal individu, dan respons atau perilaku sebagai output.
Skema perubahan diri antara Ayu Aryanti dan para remaja “unik” dapat dianalisis melalui tiga komponen utama: stimulus lingkungan, proses persepsi sebagai organisme, serta respons berupa perilaku dan kebiasaan. Meskipun keduanya berada dalam pengaruh sosok yang sama, yakni Kang Dedi Mulyadi (KDM), reaksi dan transformasi yang muncul sangat berbeda karena perbedaan latar belakang dan cara memaknai pengalaman yang mereka alami.
Dari sisi stimulus lingkungan, Ayu Aryanti ditempatkan di sebuah rumah baru yang secara fisik sangat nyaman dan penuh dengan dukungan fasilitas. Namun, justru lingkungan yang serba cukup itu dirasakannya sebagai tempat yang asing secara emosional. Ia tidak merasa memiliki kedekatan emosional dengan KDM, yang baginya hanyalah penyedia materi, bukan figur yang memberikan kehangatan atau rasa aman seperti keluarga. Sebaliknya, para remaja unik justru ditempatkan dalam lingkungan yang keras dan penuh aturan, yakni barak ala militer. Meski awalnya terasa menekan, mereka mampu memaknai struktur dan kedisiplinan tersebut sebagai bentuk kesempatan baru dalam hidup. Kontras dengan kekacauan masa lalu yang mereka alami, barak tersebut justru menjadi simbol harapan dan perbaikan diri.
Ayu mempersepsikan lingkungan barunya secara negatif. Rasa rindu terhadap rumah, ketidaknyamanan, serta perasaan tidak diterima mendominasi respons afeksinya. Di sisi kognitif, ia tidak memiliki visi jangka panjang melalui pendidikan. Pengalaman hidupnya yang dibentuk oleh kebutuhan ekonomi jangka pendek membuat ia lebih menghargai kerja langsung demi uang daripada kuliah sebagai investasi masa depan. Di sisi lain, remaja unik memperlihatkan persepsi yang lebih terbuka terhadap perubahan. Awalnya mungkin mereka juga memandang KDM sebagai orang asing, namun seiring berjalannya waktu, muncul apresiasi terhadap figur ini yang mereka anggap sebagai penyelamat. Hal ini memunculkan motivasi dari dalam diri, karena mereka mulai merasa diakui, dihargai, dan diyakinkan bahwa mereka bisa berubah. Akhirnya, dalam respons perilaku, Ayu memilih jalan mundur. Ia menunjukkan sikap pasif dan memutuskan kembali ke lingkungan lamanya yang sudah familiar. Meskipun mendapatkan fasilitas pendidikan dan tempat tinggal yang layak, pola kebiasaan lamanya seperti berjualan dan tidak menaruh perhatian pada pendidikan tetap lebih dominan. Sementara itu, para remaja unik berhasil menunjukkan transformasi perilaku yang signifikan. Mereka mulai membangun rutinitas positif seperti bangun pagi, berdoa, dan belajar. Kebiasaan-kebiasaan ini terus diperkuat melalui sistem yang ketat di barak, membentuk pola hidup yang lebih sehat dan produktif. Dengan demikian, terlihat bahwa perubahan diri sangat bergantung pada bagaimana individu memaknai lingkungan dan stimulus yang mereka terima, bukan semata pada bentuk bantuan yang diberikan.
Analisis terhadap perubahan diri Ayu Aryanti dan para remaja unik menunjukkan bahwa kunci perbedaan di antara keduanya terletak bukan pada lingkungan atau stimulus eksternal itu sendiri, melainkan pada cara individu memaknainya. Mengacu pada skema perubahan diri dari Paul A. Bell, persepsi memegang peranan penting dalam menentukan arah perubahan seseorang. Ayu, misalnya, menafsirkan lingkungan nyaman dan terfasilitasi di rumah Kang Dedi Mulyadi (KDM) sebagai bentuk kontrol atas hidupnya, bukan dukungan. Kenyamanan itu justru dianggap sebagai tekanan yang membatasi kebebasannya. Sebaliknya, para remaja unik yang hidup dalam lingkungan keras seperti barak militer, mampu melihat tekanan sebagai peluang untuk memperbaiki diri. Mereka tidak hanya menerima struktur ketat itu, tetapi juga memaknainya sebagai kesempatan kedua yang layak diperjuangkan. Di mata mereka, KDM bukan sekadar pengatur, melainkan figur yang memberi harapan dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik.
Oleh karena itu, solusi untuk mendorong perubahan diri yang lebih efektif tidak cukup hanya menyediakan fasilitas atau lingkungan yang ideal secara fisik. Yang lebih penting adalah membangun persepsi positif dan memupuk motivasi dari dalam diri individu. Salah satu langkah awal yang krusial adalah mengenalkan nilai-nilai dan potensi diri sejak dini. Pendampingan psikologis di tahap awal dapat membantu mengidentifikasi nilai-nilai lama yang mungkin bertentangan dengan nilai-nilai baru yang ingin dibangun. Proses penyelarasan ini penting agar individu tidak merasa dipaksa berubah, melainkan menyadari bahwa perubahan itu bermakna dan sesuai dengan dirinya.
Perubahan diri tidak bergantung pada seberapa besar bantuan yang diberikan, melainkan pada cara individu memaknai pengalaman tersebut. Persepsi yang sehat, dukungan emosional, dan motivasi internal menjadi kunci utama dalam menciptakan transformasi yang bermakna dan berkelanjutan, sebagaimana tergambar dalam perbandingan antara Ayu Aryanti dan para remaja unik binaan KDM.
Referensi
Soffani, A., & Nugroho, C. (2019). Unsur budaya dalam media sosial: studi pada facebook Kang Dedi Mulyadi. Jurnal Manajemen Komunikasi, 3(2), 158-172.
Simamora, S. C., Saputri, Y., Purba, C., & Romiaty, R. (2025). Perkembangan Kepribadian Pada Remaja: Membangun Identitas. Jurnal Ilmu Pendidikan dan Psikologi, 2(3), 251-259.
Febrianto, A., Chan, R., & Karoma, K. (2025). Analisis Hubungan Kepribadian Siswa dengan Karakteristik Kognitif dan Afektif dalam Pembelajaran: Kajian Studi Literatur. Jurnal Pendidikan Indonesia: Teori, Penelitian, dan Inovasi, 5(3).

0 komentar:
Posting Komentar