14.5.25

ESSAY 2- Psikologi Inovasi_Nadi Asmara W_22310410156_Wawancara Tentang Disonasi Kognitif

 ESSAY 2

PSIKOLOGI INOVASI

WAWANCARA TENTANG DISONASI KOGNITIF

“Antara Otot dan Asap: Studi Disonansi Kognitif Mahasiswa Perokok di Gym”

Oleh:

Nama: Nadi Asmara W

Nim: 22310410156

Dosen Pengampu:

Dr. Arundati Shinta, M.A.


Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 

Yogyakarta

2025

Disonansi kognitif merupakan kondisi psikologis di mana individu mengalami ketidaknyamanan akibat ketidaksesuaian antara pengetahuan dan perilaku yang dijalani. Fenomena ini sering terjadi pada perokok yang menyadari bahaya merokok namun tetap melanjutkan kebiasaan tersebut.

Dalam wawancara dengan A (22), seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi yang rutin berolahraga di gym kawasan Sleman, Yogyakarta, terungkap bahwa meskipun ia memahami risiko merokok, kebiasaan tersebut tetap dipertahankan. A menyatakan, "gue tau kok kalau ngerokok itu buruk, apalagi kalau dikaitin sama olahraga. Tapi jujur aja, kadang ngerasa kayak... yaudah lah, toh banyak juga yang ngerokok tapi badan tetap jadi."

Pernyataan ini mencerminkan adanya disonansi kognitif, di mana A mengalami konflik antara pengetahuan tentang bahaya merokok dan perilaku merokok yang dijalani. Untuk mengurangi ketidaknyamanan tersebut, A menggunakan rasionalisasi sebagai mekanisme pertahanan diri, dengan menyatakan bahwa merokok membantu mengatasi stres akademik dan tekanan sosial. Ia menambahkan, "Kadang bukan soal nikmatnya rokok sih, tapi lebih ke… kaya coping gue. Misal lagi banyak tugas, burnout, terus ngerokok satu dua batang tuh kayak reset kepala."

Fenomena ini sejalan dengan temuan dari studi oleh Ardhaniswari et al. (2023), yang menunjukkan bahwa perokok sering kali menggunakan rasionalisasi untuk mengurangi disonansi kognitif yang mereka alami. Selain itu, studi oleh Suatan dan Irwansyah (2022) mengidentifikasi bahwa perokok remaja cenderung mengembangkan keyakinan kompensatori untuk membenarkan perilaku merokok mereka, seperti meyakini bahwa olahraga dapat menetralkan efek negatif merokok.

Dalam konteks psikologi inovasi, Rogers (2003) menyatakan bahwa adopsi perilaku baru memerlukan lebih dari sekadar pengetahuan; diperlukan juga perubahan sikap dan lingkungan yang mendukung. Dalam kasus A, meskipun ia memiliki pengetahuan tentang bahaya merokok, lingkungan sosial di gym yang permisif terhadap merokok setelah latihan memperkuat perilaku tersebut.

Untuk mengatasi disonansi kognitif dan mendorong perubahan perilaku, intervensi harus mencakup pendekatan yang mempertimbangkan faktor psikologis dan sosial. Meningkatkan kesadaran akan mekanisme rasionalisasi dan menyediakan dukungan sosial yang positif dapat membantu individu seperti A dalam mengatasi konflik antara pengetahuan dan perilaku mereka.



Ardhaniswari, T., Ryansyah, G. A., Qotrunnada, G. A., & Safitri, D. (2023). Analisis Disonansi Kognitif Perokok terhadap Produktivitas di Usia Produktif. Communications, 6(2), 123–134.

Suatan, A. T., & Irwansyah, I. (2022). Studi Review Sistematis: Aplikasi Teori Disonansi Kognitif dan Upaya Reduksinya pada Perokok Remaja. Jurnal Lensa Mutiara Komunikasi, 5(1), 45–56.

Rogers, E. M. (2003). Diffusion of Innovations (5th ed.). Free Press.



0 komentar:

Posting Komentar