15.5.25

ESAI 2 - WAWANCARA DISONASI KOGNITIF ORANG TUA TERHADAP KEPUTUSAN MEMBERIKAN KEBEBASAN ANAKNYA BERMAIN GADGET

 

                                                                   

   ESAI 2 - WAWANCARA DISONASI KOGNITIF ORANG TUA TERHADAP     KEPUTUSAN MEMBERIKAN KEBEBASAN ANAKNYA BERMAIN GADGET

                                                                   Oleh :            

 

                                                 


   

                                                      Nama : Bunga Anggreani

                                                         NIM : 22310410169

                                                            Dosen Pengampu:

                                                   Dr. Dra. Arundati Shinta MA

                                                           Fakultas Psikologi

                                            Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

                                                                 Yogyakarta

                                                                     2025

 

Menurut (Widiawati &Sugiman, (2014:112) Pengguna gadget di Indonesia ini tidak hanya digunakan pada kalangan remaja (usia 12-22), dan dewasa atau lanjut usia (usia 22 ke atas), namun juga dikalangan usia anak-anak sekolah dasar (7-12 tahun) yang seharusnya belum menggunakan gadget. 


Proses komunikasi yang dilakukan antara orang tua dengan anak yang sudah diberikan gadget dari mulai kalangan usia anak-anak sekolah dasar (7-12 tahun) tersebut alasannya karena mengikuti perkembangan zaman dan kondisi lingkungan sekitar dimana pada usia anak 7-12 sudah mempunyai keinginan untuk mengikuti apa saja yang dimiliki dan dilakukan oleh kebanyakan teman sebayanya salah satunya teman-teman yang sudah diberikan fasilitas gadget, kondisi ini menuntut orang tua untuk menuruti keinginan anaknya membelikan gadget seperti teman-temannya, walaupun tetap saja hal tersebut mengundang kekhawatiran orang tua akan efek negatif dari penggunaan gadget terhadap keingintahuan akan semua hal dan terutama efek bagi perkembangan anak baik secara fisik maupun mental sangat besar, berdasarkan Cris Rowan, dalam tulisannya yang berjudul “10 reasons why handheld devices should be banned for children under the age of 12” di Huffington Post, menyebutkan beberapa dampak buruk gadget terhadap anak yaitu 1) pertumbuhan otak yang terlalu cepat, 2) Hambatan perkembangan, 3) Obesitas, 4) Gangguan tidur, 5) Penyakit mental, 6) Agresif, 7) Pikun digital, 8) Adiksi, 9) Radiasi, 10) Tidak berkelanjutan.


Berdasarkan data hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang menggambarkan bahwa pada tahun 2017, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 143,26 juta jiwa, pengguna internet anak SMP atau sederajat mencapai 48,53 persen dan anak SD atau sederajat mencapai 25,10 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan pada tahun sebelumnya, yakni tahun 2016 yang tercatat mencapai 132,7 juta jiwa.


Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan terkait fenomena penggunaan gadget pada siswa sekolah dasar maka teori yang digunakan yaitu teori disonansi kognitif. Disonansi Kognitif adalah kondisi di mana seseorang menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang (West & Turner, 2008:137).


Berdasarkan perkembangan teori disonansi kognitif dalam pembelian dapat diukur dengan tiga dimensi yaitu Emosional, Kebijaksanaan pembelian, Perhatian setelah transaksi (Sweeney, et all, 2000:380). 


Emosional berkaitan dengan situasi psikologi intrapersonal orang tua saat melakukan pembelian, dalam hal ini kondisi psikolog orang tua secara alami mempertanyakan apakah tindakan untuk memberikan gadget bagi anaknya yang berusia anak sekolah dasar itu sudah tepat. Kebijakan pembelian berkaitan dengan keputusan yang telah dilakukan, dalam hal ini orang tua mempertanyakan apakah dia telah memberi gadget yang benar-benar sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh anaknya .


Perhatian setelah transaksi berkaitan dengan kekecewaan orang tua, pada kondisi ini orang tua cenderung kurang yakin dengan keputusannya membelikan gadget untuk anaknya. Berdasarkan asumsi teori disonansi kognitif maka dalam penelitian ini disonansi kognitif orang tua diasumsikan sebagai salah satu penyebab yang memengaruhi keputusan pembelian gadget untuk usia anak sekolah dasar.(Sweeney, et all, 2000:380).


Dasar teori yang digunakan dalam wawancara ini yaitu teori disonansi kognitif dari Leon Festinger (1957), teori ini berasumsi bahwa disonansi adalah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidanyamanan. (West dan Turner, 2008:137). Roger Brown (1965) mengatakan dasar dari teori ini mnegikuti sebuah prinsip yang cukup sederhana keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi. Disonansi adalah sebutan untuk ketidakseimbangan dari konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan (West dan Turner, 2008:137). Dalam buku teori komunikasi yang dikemukakan oleh West & Tuner (2008:135) mengemukakan empat asumsi mengenai teori ini yaitu :

1. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya.

2. disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis.

3. disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan

dengan dampak yang dapat diukur.

4. disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonasi

 

Pada sesi wawancara dengan NP (41) seorang ibu rumah tangga, di sleman yogyakarta. Beliau mengalami konflik bathin mengatakan merasa menyesal karena gawai membuat anaknya menggunakan kaca mata, minus 6. Dan membuat si anak emosinya kurang terkontrol, “ya gimana ya mbak, niatnya kan biar anaknya bisa komunikasi, intine pengen nyenengke ngono lho mbak, kok malah jadi seperti ini” pungkasnya.

 

Beliau marah dengan diri sendiri karena telah membuat keputusan membelikan gadget untuk anaknya, menurutnya bahwa dengan membelikan gadget untuk anaknya mereka akan merasa mendapat masalah yang mengancam kesehatan anaknya, meskipun notabennya anak sekolah dasar belum diperbolehkan menggunakan gadget karena banyaknya dampak gadget tersebut. Akan tetapi disisi lain beliau ingin memberikan kebahagian kepada anaknya dengan menuruti keinginan anaknya. ada kalanya orang tua dihadapkan pada kondisi dimana perasaan yang diharapkan tidak sesuai dengan yang didapat sehingga menimbulkan disonansi kognitif.

 

Disarankan bagi orang tua  berharap wawancara ini dapat dijadikan bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan orang tua dalam membuat pilihan yang lebih cepat dan akurat Terutama bijak dalam proses pengambilan keputusan pembelian gadget untuk anaknya yang masih usia anak sekolah dasar bahwa sebagai orang tua akan dapat memperkecil dampak negatif gadget bagi anak, mengingat sangat penting untuk mengawasi dan membimbing anak dalam memberikan fasilitas seperti gadget untuk anak sesuai kebutuhan anak tersebut.

 

 

Festinger LA. (1957). A theory of cognitive dissonance. Evanston, IL:Row, Peterson dan Company.

Sweeney, J.C, Hausknecht, D, dan Soutar, G.N.(2000), Cognitive Dissonance after Purchase : A Multidimensional Scale, Psyhology and Marketing, Vol 17.369-383.

Widiawati Iis, H.S. (2014). Pengaruh Perkembangan Gadget Terhadap Daya Kembang Anak. Prosiding seminar nasional multidisiplin Ilmu, Jakarta 10 Mei, 106-112.

Rahayuningsih, Sri Utami, 2008. Psiklogi Umum 2. Bab1 Sikap (Attitude)

Handrianto P. (2013) Dampak Smartphone (Online)

Jarot Wijanarko, Pengaruh Pemakaian Gadget Dan Perilaku Anak Terhadap Kemampuan Anak Taman Kanak-Kanak Happy Holy Kids Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar