15.5.25

ESSAI 6 PSIKOLOGI INOVASI ZAINUL DANU WIJAYA 24310420051

 

Cara Membangun Resiliensi di Tempat Kerja dengan Framework Resiliensi

 

TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI INOVASI

 

ESSAI 6

 

 

 

Dosen Pengampu: Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA

 

Fakultas Psikologi Universitas Prokalmasi 45

Yogyakarta

 

Oleh:

Zainul Danu Wijaya

24310420051

 

 

 

Cara Membangun Resiliensi di Tempat Kerja dengan Framework Resiliensi

 

Ada berbagai rintangan dan ketidakpastian di sekelilingmu, entah itu tekanan yang terus menerus dari manajemen atas atau ketegangan yang kadang mengisi kantor. Dan jangan lupakan juga proyek-proyek dengan klien yang menuntut dan batas waktu yang sangat singkat! Namun salah satu kualitas yang membuatmu berbeda dari yang lain adalah resiliensimu.

Orang yang tangguh mampu berkembang saat mengalami tantangan, mereka mampu beradaptasi dengan cepat dan menjaga produktivitasnya, sembari memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang dapat digunakan di masa depan.

Dalam artikel ini, kami membahas Teori Resiliensi (Resilience Theory), kerangka kerja yang membantu individu maupun organisasi untuk menghadapi ketidakpastian dan mengatasi rintangan.

 

Apa itu Teori Resiliensi?

Menjadi resilien bukan berarti menghindari masalah atau menolak perubahan. Menjadi resilien berarti menghadapi masalah dan memperlakukan itu sebagai pelajaran dan pengalaman. Ini lebih tentang bagaimana kita bisa merangkul masalah-masalah itu. Jika dilihat dari definisinya, Teori Resiliensi menekankan bagaimana setiap orang dan tim dapat beradaptasi, pulih, dan berkembang setelah menghadapi tantangan. Menariknya, Teori Resiliensi menyiratkan bahwa menjadi resilien bukanlah sebuah karakteristik atau sifat yang tetap, melainkan sebuah proses yang dapat dikembangkan dan diperkuat melalui pembelajaran. Artinya, pembangunan resiliensi dimulai sejak masa anak-anak dan terus berlanjut hingga di tempat kerja. Berikut adalah 4 elemen kunci dari Teori Resiliensi:

 

Faktor-faktor pelindung: Faktor-faktor pribadi, hubungan, dan lingkungan yang mendorong resiliensi memberikan perlindungan atau rasa menghindar dari tantangan. Sifat-sifat seperti harga diri (self-esteem) dan optimisme dapat membantu kamu melihat harapan pada akhir tantangan dan menjaga suasana hati positif. Bahkan, keluarga, rekan kerja, dan sahabatmu menyediakan dukungan sosial yang kuat dan akses ke sumber daya saat menghadapi masa-masa sulit.

 

Faktor-faktor risiko: Ada beberapa hal yang membuatmu lebih rentan terhadap tantangan. Penting untuk mengidentifikasi dan meminimalkan faktor-faktor ini agar kamu memiliki persiapan untuk mengatasi tantangan. Salah satu contoh faktor risiko adalah kurangnya faktor pendukung. Ketika kamu tidak memiliki  bantuan yang diperlukan untuk mengatasi masalah, hal itu bisa terasa luar biasa melelahkan dan membuatmu patah semangat, seperti berusaha berenang menghadapi arus sungai tanpa dayung.

 

 

 

Adaptasi dan koping: Penting untuk mengenali batasan dan kapabilitas dirimu sendiri. Dengan memahami dan berempati kepada orang lain, kamu dapat mengidentifikasi dukungan yang tepat untuk dirimu sendiri dan timmu. Dengan menerapkan berbagai strategi untuk menghadapi situasi-situasi sulit, seperti pemecahan masalah, mencari dukungan sosial, pandangan positif, dan mempertahankan optimisme, kamu mampu mengatasi situasi paling menegangkan dengan keyakinan yang tak tergoyahkan.

 

Pertumbuhan yang positif: Teori Resiliensi memberi tahu kita bahwa mengalami tantangan dapat mengarah pada pertumbuhan pribadi, pertumbuhan pasca trauma, dan transformasi positif. Mengalami ketangguhan mengembangkan kekuatan, pandangan baru, dan apresiasi yang lebih besar terhadap hidup, berkontribusi pada kesejahteraanmu secara keseluruhan. Maka dari itu, selalu mencari masalah-masalah yang menantang, untuk mengasah kemampuan dan muncul lebih kuat.

Framework ini menunjukkan betapa kompleksnya kualitas resiliensi ini. Ini mencerminkan betapa banyak faktor yang memiliki peran dalam menentukan ketangguhan individu, seperti karakteristik pribadi contohnya optimisme, hingga faktor eksternal seperti sistem dukungan dan budaya kerja. Oleh karena itu, untuk membangun resiliensi, penting untuk memahami komponen-komponen ini.

0 komentar:

Posting Komentar