TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI INOVASI
Essai 2
Dosen Pengampu : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA
Nawang Apriliano Tegar Saputra (22310410136)
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Disonansi kognitif adalah suatu kondisi psikologis di mana seseorang mengalami ketegangan atau ketidaknyamanan karena memiliki dua atau lebih pemikiran, sikap, atau keyakinan yang saling bertentangan, terutama ketika perilaku seseorang tidak sejalan dengan apa yang mereka yakini atau ketahui.
Contoh paling umum adalah perokok yang tahu bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan, tetapi tetap melakukannya. Ketegangan batin akibat konflik tersebut mendorong individu untuk mencari pembenaran, mengubah keyakinan, atau mengubah perilaku agar tercapai konsistensi dan mengurangi rasa tidak nyaman.
Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh ”Leon Festinger” pada tahun 1957 dalam
teorinya tentang bagaimana manusia berusaha menjaga konsistensi antara pikiran
dan tindakan.
Pada hari Rabu, 30 April 2025 saya melakukan wawancara dengan teman sekampung saya berinisial AB, untuk mengetahui Disonansi Kognitif.
Saya: Selamat malam mas. Bisa ceritakan
sejak kapan Anda mulai merokok?
AB: Selamat malam mas. Saya mulai
merokok sejak SMA saat usia 18 tahun, jadi sudah sekitar 6 tahun.
Saya: Apakah Anda tahu bahwa merokok memiliki dampak buruk bagi kesehatan?
AB: Ya, tentu. Saya tahu merokok bisa
menyebabkan kanker, penyakit jantung, dan masalah paru-paru dan ada penyakit lainnya.
Saya: Lalu, mengapa Anda masih terus
merokok meski mengetahui risiko tersebut?
AB: Yah... itu memang agak membingungkan.
Saya sering berpikir untuk berhenti, tapi merokok membantu saya rileks dan menenangkan pikiran. Jadi setiap asap yang saya keluarkan itu
merupakan stress yang saya buang,
Saya: Apakah Anda merasa bersalah
setiap kali merokok?
AB: Sering sih, apalagi kalau habis batuk
atau lihat iklan bahaya rokok. Tapi anehnya, itu malah bikin saya tambah
stres... dan akhirnya merokok lagi.
Saya: Itu menunjukkan adanya disonansi
kognitif, konflik antara keyakinan dan tindakan Anda. Apakah Anda pernah mencoba
menyelesaikan konflik itu?
AB: Saya pernah coba berhenti beberapa
kali. Kadang saya juga mencoba mengurangi, bilang ke diri sendiri kalau “Saya
tidak seburuk itu, banyak orang lain yang merokok lebih banyak.”
Saya: Menurut Anda, apa yang paling
sulit dari meninggalkan rokok?
AB: Mungkin kebiasaan dan rasa nyaman
yang saya rasakan. Saya tahu saya harus berhenti, tapi saya belum siap
kehilangan teman ngopi ini, meskipun saya tahu dia merusak saya.
Dari percakapanwawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa AB mengalami disonansi kognitif, yaitu ketegangan psikologis akibat konflik
antara pengetahuan (merokok itu berbahaya) dan perilaku (tetap merokok). Untuk
mengurangi ketegangan itu, AB mencari pembenaran, dengan mengatakan bahwa merokok membantu mengurangi stres atau bahwa ada orang lain
yang merokok lebih parah. Hal ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang tidak
hanya informatif, tetapi juga emosional dan psikologis dalam membantu seseorang
mengubah kebiasaan merokok.
Untuk membantu perokok seperti AB yang mengalami
disonansi kognitif, diperlukan pendekatan yang menyeluruh dan berfokus pada
aspek psikologis serta lingkungan sosial. Salah satu langkah efektif adalah
dengan memberikan konseling atau terapi perilaku kognitif guna membantu
individu menyadari dan mengelola konflik antara pengetahuan akan bahaya merokok
dan kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Selain itu, menciptakan lingkungan yang
mendukung, seperti komunitas berhenti merokok dan dukungan dari keluarga atau
teman dekat, dapat memberikan motivasi tambahan. Mengalihkan kebiasaan merokok
ke aktivitas yang lebih sehat seperti olahraga, meditasi, atau hobi juga
penting agar perokok tidak merasa kehilangan “pelarian” dari stres. Penyampaian
informasi tentang bahaya rokok sebaiknya dilakukan secara emosional dan
relevan, bukan sekadar menyampaikan data medis. Terakhir, pendekatan bertahap
dalam mengurangi konsumsi rokok, disertai pendampingan profesional, dapat
membantu proses berhenti merokok menjadi lebih realistis dan berkelanjutan.
Lampiran pada saat wawancara dengan teman:
Daftar Pustaka:
Arundati, S. (2025). Psikologi Inovasi. Materi
Kuliah Psikologi Inovasi, Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta.


0 komentar:
Posting Komentar