Ramlah Asiyah Ikramalina
22310410178
Psikologi Inovasi
Dosen : Arundati
Shinta
2025
Wawancara tentang Disonansi Kognitif dengan Perokok
Atasan dikantor saya adalah seorang konsultan herbal
dan hipnoterapi yang cukup dikenal di lingkungan kerja kami. Ia dikenal
memiliki wawasan mendalam tentang kesehatan holistik dan sering memberi edukasi
kepada klien mengenai bahaya zat adiktif, termasuk rokok. Namun, dalam
kesehariannya, atasan saya justru masih merokok. Hal ini menjadi menarik karena
jelas terdapat kesenjangan antara pengetahuan yang ia miliki dengan perilaku
aktualnya, suatu kondisi yang dalam psikologi dikenal sebagai disonansi
kognitif.
Saat ditanya mengenai kebiasaan merokoknya, Atasan
saya mengatakan “ “Saya tahu rokok itu berbahaya, apalagi saya sering menangani
klien dengan gangguan pernapasan. Tapi kadang saya merasa rokok membantu saya
rileks setelah sesi terapi yang berat.”
Pernyataan ini mencerminkan adanya konflik antara
kognisi (rokok berbahaya) dan perilaku (masih merokok), yang memunculkan
ketegangan psikologis. Untuk meredakan ketegangan ini, subjek tampaknya
menggunakan mekanisme pertahanan diri berupa rasionalisasi. Ia membenarkan
perilakunya dengan mengatakan bahwa merokok membantu mengelola stress, fungsi
yang menurutnya tidak dapat segera digantikan oleh strategi koping lain.
Selain itu, atasan saya juga menunjukkan bentuk
minimisasi, dengan mengatakan “Saya tidak seberat perokok lain kok. Hanya dua
batang sehari, itu sudah jauh berkurang.”
Pernyataan ini menunjukkan upaya mengecilkan makna konsekuensi
negatif dari perilakunya, sehingga ia tidak perlu mengubahnya secara drastis.
Fenomena ini penting dikaji dalam konteks psikologi
inovasi. Inovasi dalam bidang kesehatan sangat menekankan pada internalisasi
nilai-nilai perubahan perilaku. Namun, apabila seorang inovator atau edukator
tidak selaras antara pengetahuannya dan tindakannya, maka kepercayaan terhadap
gagasan yang ia bawa dapat menurun. Disonansi yang tidak diselesaikan akan
menghambat proses adopsi inovasi karena pelaku inovasi sendiri tidak
menunjukkan keteladanan.
Kasus atasan saya menunjukkan bahwa inovasi bukan hanya soal
pengetahuan dan teknologi, melainkan juga komitmen pribadi. Untuk bisa
berkembang dan menjadi agen perubahan, seseorang harus mampu menghadapi
disonansi secara sadar dan memilih untuk mengubah perilaku demi keselarasan
nilai dan tindakan.
Daftar Pustaka:
Schlatter, S., & Sprengholz, P. (2019).
Understanding Cognitive Dissonance: A Social Psychological Perspective.
Frontiers in Psychology, 10, 1189. https://www.frontiersin.org/journals/psychology/articles/10.3389/fpsyg.2019.01189/full

0 komentar:
Posting Komentar