8.5.25

ESSAI 2 PSIKOLOGI INOVASI DISONANSI KOGNITIF

 FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

 

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, MA

Penulis : Rifan Adi Nugraha

NIM : 23310410029




Wawancara Disonansi Kognitif Dalam Lingkungan Karang Taruna


Deni Abrian tidak pernah menyangka bahwa memimpin Karang Taruna "Muda Berkarya" akan membuatnya mempertanyakan prinsip-prinsip yang selama ini ia pegang erat. Di matanya, organisasi kepemudaan itu bukan sekadar wadah kegiatan, tetapi cerminan nilai dan semangat generasi muda untuk hidup lebih sehat, aktif, dan bertanggung jawab.

Sejak awal kepemimpinannya, Deni bertekad menjauhkan Karang Taruna dari segala bentuk promosi yang merugikan, terutama iklan rokok. Ia sering menyuarakan bahwa anak muda seharusnya menjadi pionir gaya hidup sehat, bukan korban dari industri yang mengedepankan keuntungan semata. Namun, keyakinan itu diuji pada suatu persiapan acara besar: perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus.

Saat itu, panitia kebingungan karena dana dari RT sangat terbatas. Proposal ke berbagai perusahaan belum mendapat tanggapan. Sementara itu, waktu terus berjalan dan warga sudah menantikan lomba dan panggung hiburan yang meriah. Dalam situasi genting itu, tawaran bantuan datang dari perusahaan rokok lokal. Mereka bersedia mendanai hampir seluruh kebutuhan acara, asal logo mereka ditampilkan di spanduk dan kaos panitia.

Deni terdiam lama saat rapat. Dalam hatinya, terjadi pertarungan hebat. Ia tahu menerima sponsor itu berarti melanggar prinsip pribadinya. Tapi ia juga sadar, menolak berarti acara bisa gagal atau berjalan seadanya, mengecewakan banyak pihak, termasuk anak-anak yang antusias menanti perlombaan.

Akhirnya, dengan berat hati, Deni menyetujui tawaran itu. Ia mencoba menenangkan pikirannya, mengatakan pada diri sendiri bahwa ini demi kebaikan bersama. "Setidaknya anak-anak tetap bisa bahagia. Tahun depan kita pasti bisa cari alternatif yang lebih sehat," batinnya.

Namun, perasaan bersalah tidak mudah hilang. Setiap kali melihat spanduk besar bertuliskan nama perusahaan rokok itu tergantung di balai RW, ada bagian dari dirinya yang terasa hampa. Ia mulai mempertanyakan apakah keputusan itu benar-benar tepat, atau sekadar bentuk kompromi yang merusak idealismenya.

Beberapa minggu setelah acara selesai, Deni mengajukan usulan dalam rapat bulanan Karang Taruna: tahun depan, pencarian sponsor harus dimulai jauh lebih awal dan diprioritaskan dari sumber-sumber yang sejalan dengan nilai organisasi. Usul itu disambut baik oleh para anggota, dan Deni merasa sedikit lega.

Pengalaman itu mengajarkan satu hal penting: kadang dalam menjalankan peran sosial, seseorang harus berdamai dengan kenyataan yang tidak ideal. Tapi dari ketegangan itulah, kesadaran akan nilai sejati justru semakin menguat. Deni kini tahu, disonansi antara pikiran dan tindakan bukanlah akhir, tapi pintu menuju perubahan.

 


0 komentar:

Posting Komentar