FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
Dosen : Dr. Arundati Shinta, MA
UTS PSIKOLOGI INOVASI
Penulis : Dania Ulfah Rahmawati
NIM : 23310410063
7 Mei 2025
Wawancara Disonansi Kognitif: Merokok di Antara Kesadaran dan Kebiasaan
Identitas Target: Harris, 23 tahun, Pengunjung gym
Lokasi Wawancara: Area istirahat gym Virenka pada sore hari.
Di pusat kebugaran bertempat di Virenka Bantul Yogyakarta, saya menemui Harris, salah satu orang yang sering berlangganan di pusat kebugaran virenka di Bantul . Namun, di sela istirahatnya, ia tampak duduk santai sambil menyalakan sebatang rokok. Sehingga, antara lingkungan sehat dan kebiasaan ini saya mencoba mewawancarai Harris berkaitan hal tersebut. Salah satu jawaban yang saya dapatkan dari Harris yakni, yangmana Harris mengatakan,
“Saya tahu rokok itu merusak paru-paru, ngurangin stamina juga. Tapi ya, susah berhentinya. Kayak udah jadi bagian dari rutinitas aja,” ujar Harris sambil tersenyum kaku. Ketika ditanya lebih jauh soal pengaruh merokok terhadap performa atletik, ia menjawab dengan yakin, “Secara teori iya, ngaruh. Tapi selama saya masih kuat lari dan angkat beban, ya saya anggap nggak masalah.”
Pernyataan ini mencerminkan disonansi kognitif—ketika seseorang memiliki pengetahuan yang bertentangan dengan perilakunya.
Dalam kasus Harris, ia memahami dampak negatif rokok terhadap kesehatan dan performa atletik, namun tetap merokok. Ia berusaha mengurangi ketegangan batin dengan pembenaran bahwa selama performanya masih baik, rokok bukan masalah besar.
Mekanisme pertahanan diri yang tampak dalam diri Harris adalah rationalization (rasionalisasi). Ia menjustifikasi perilaku merokoknya dengan berpijak pada kenyataan bahwa ia masih bisa berolahraga dengan baik. Rasionalisasi ini menciptakan ilusi kendali, yang memungkinkan ia untuk menghindari rasa bersalah dan tekanan sosial dari lingkungan sehat tempat ia bekerja.
Permasalahan seperti ini erat kaitannya dengan psikologi inovasi, khususnya dalam konteks perubahan perilaku. Informasi dan edukasi saja tidak cukup untuk mengubah kebiasaan yang sudah melekat kuat, terlebih ketika individu memiliki cara-cara psikologis untuk menetralkan konflik internal. Tanpa intervensi yang menyentuh aspek emosional dan sosial, perubahan sulit terjadi.
Fenomena seperti ini menunjukkan bahwa inovasi dalam program berhenti merokok, misalnya di lingkungan gym, harus mencakup pendekatan yang lebih personal dan kontekstual—tidak hanya memberikan informasi bahaya rokok, tetapi juga menggugah nilai-nilai kebugaran yang sudah dianut, dengan melibatkan komunitas sebagai pendukung perubahan.
Daftar Pustaka:
https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9986291/
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/1776551/
https://www.verywellmind.com/using-rationalization-as-a-defense-mechanism-7484497

0 komentar:
Posting Komentar