ESSAY 2 - PSIKOLOGI INOVASI: WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF - B0by Sanjaya (22310410172) - Dr. Dra. Arundati Shinta-UP45-ARIL2025
ESSAY 2
PSIKOLOGI INOVASI
WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF
"Menunda Belajar Karena Malas"
"
Oleh:
Nama : Boby Sanjaya
NIM : 22310410172
Dosen Pengampu:
Dr. Dra. Arundati Shinta
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Yogyakarta
2025
Selasa malam, 22 April 2025, pukul 20.30 WIB, suasana asrama santri sudah mulai tenang. Suara para santri melantunkan hafalan terdengar sayup-sayup dari kamar-kamar. Di lantai dua asrama, di sudut kamar nomor 7, terlihat seorang santri sedang duduk di atas kasur, bersandar dengan posisi nyaman, sebuah kitab tafsir terbuka di depannya, tapi... ternyata justru sibuk membaca novel yang ia sembunyikan di balik bantal.
sebut saja inisialnya R, santri kelas 3 Mutawasit (setara kelas 9 SMP), dikenal cerdas dan sering dipercaya menjadi qari' saat ada acara pondok. Namun, satu hal yang sering ia keluhkan sendiri adalah kebiasaan menunda belajar, terutama saat mengulang pelajaran diniyah atau menghafal pelajaran umum di malam hari.
“Aku tuh tahu besok ada ulangan tafsir sama ulangan hadist, tapi rasanya pengen rebahan dulu sebentar,” ujar R dengan nada santai saat ditanya kenapa belum mulai belajar.
Saat saya tanya apakah ia tidak khawatir nilainya turun atau ditegur ustadz, ia menjawab sambil tersenyum, “Wah itu sering banget. Tapi entah kenapa, rasa malasnya lebih kuat daripada takut ditegur.”
Ini adalah contoh nyata disonansi kognitif — R percaya bahwa belajar itu penting dan ia ingin jadi santri berprestasi, tapi tindakannya justru sering menunda dan memilih kenyamanan sesaat. Rasa tidak nyaman itu akhirnya ia “redam” dengan alasan, “Besok pagi bisa muroja’ah,” atau “Nanti juga hafal pas menjelang setor.”
Menariknya, R tidak tinggal diam. Ia pernah mencoba mengubah kebiasaan menundanya. “Pernah nyoba bikin jadwal muroja’ah bareng temen, di musala lantai bawah. Lumayan, kalau bareng-bareng jadi lebih semangat, meskipun gak selalu lancar,” tuturnya.
Inilah bagian dari psikologi inovasi, bahwa perubahan tidak harus langsung sempurna, cukup dimulai dari niat dan usaha kecil. R tahu menunda itu tidak baik, dan ia mencoba keluar dari kebiasaan itu pelan-pelan. Salah satunya dengan mengganti suasana belajar, atau belajar bersama teman supaya lebih terarah.
Dari kisah R kita bisa belajar beberapa hal:
🔹 Menunda belajar adalah konflik batin yang sering dialami santri. Ingin rajin, tapi malas juga menggoda.
🔹 Membuat alasan seperti “nanti saja” atau “masih ada waktu” adalah cara menghindari rasa bersalah.
🔹 Perubahan bisa dimulai dari hal kecil, seperti ganti tempat belajar, belajar bareng, atau kurangi gangguan.
R menutup obrolan malam itu dengan berkata:
“Yang penting mulai. Kalau udah mulai baca satu halaman, biasanya keterusan. Tapi awalnya itu loh, berat banget.”
Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari R. Karena jadi santri bukan hanya soal hafal pelajaran, tapi juga soal mendisiplinkan diri dan melatih kebiasaan baik, termasuk tidak menunda-nunda belajar. Karena ilmu yang diberkahi, datangnya dari usaha yang sungguh-sungguh.

mantul pak ustad
BalasHapus