Ujian Tengah Semester (UTS)
Cindy Auriliya Fikri Andani
NIM 24310410023
Kelas Karyawan
Mata Kuliah Psikologi Lingkungan
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A.
Waktu Terbit : 11 November 2025
Fenomena pada soal UTS memperlihatkan bangunan tua dan kumuh dengan dinding yang menghitam, cat yang mengelupas, serta jendela yang sebagian rusak. Beberapa orang tampak berada di balik jendela, seolah-olah mereka tetap menjalani kehidupan di tempat tersebut. Kebanyakan orang yang melihat gambar ini mungkin langsung merasa jijik, tidak nyaman, bahkan kasihan. Namun di sisi lain, ada orang-orang yang tetap tinggal di sana, mungkin bahkan sudah bertahun-tahun. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya dapat dijelaskan melalui skema persepsi Paul A. Bell, yang menekankan bahwa persepsi seseorang terhadap lingkungan terbentuk melalui proses stimulus, interpretasi, dan respon, serta dipengaruhi oleh pengalaman, nilai pribadi, kebutuhan, dan konteks sosial budaya.
Menurut Paul A. Bell (2001), persepsi lingkungan bukan hanya soal apa yang dilihat mata, tetapi bagaimana seseorang memaknai lingkungan tersebut. Misalnya, seseorang yang melihat gedung tua mungkin merasa “tempat ini kotor dan berbahaya,” tapi bagi orang lain, tempat itu bisa berarti “rumah” dan “tempat berlindung.” Jadi, persepsi selalu bersifat subjektif. Pada foto tersebut, orang luar mungkin menganggap lingkungan itu tidak layak huni. Namun bagi penghuninya, mungkin tempat itu masih memberikan rasa aman, kedekatan sosial, dan keterjangkauan ekonomi. Inilah yang menjelaskan mengapa mereka tetap bertahan.
Jika ditinjau lebih dalam, penghuni mungkin memiliki latar belakang ekonomi yang rendah, sehingga mereka memersepsi lingkungan ini secara realistis yang bukan sebagai tempat ideal, tapi sebagai tempat yang paling mungkin untuk ditinggali. Dalam psikologi lingkungan, persepsi ini terbentuk karena adanya kebutuhan dasar yang terpenuhi seperti tempat berlindung, interaksi sosial dengan tetangga, dan kedekatan dengan tempat kerja atau fasilitas publik. Menurut Sarwono (1995), persepsi seseorang terhadap lingkungan dipengaruhi oleh harapan, pengalaman masa lalu, dan kondisi sosialnya. Jadi, orang yang sejak lama tinggal di lingkungan padat dan sederhana akan terbiasa dengan kondisi itu dan tidak lagi menganggapnya buruk.
Selain itu, Patimah, Shinta, dan Al-Adib (2024) menjelaskan bahwa persepsi lingkungan juga dipengaruhi oleh faktor emosional dan kognitif. Misalnya, jika penghuni memiliki kenangan positif, hubungan keluarga yang harmonis, atau merasa diterima oleh komunitasnya, maka mereka akan menilai lingkungan itu secara lebih positif meskipun secara fisik tampak kumuh. Bagi mereka, kenyamanan psikologis lebih penting dibanding keindahan visual.
Lingkungan kumuh seperti pada foto ini juga bisa menjadi simbol ketahanan hidup (resilience). Orang yang tinggal di sana mungkin memersepsinya sebagai bentuk perjuangan. Mereka mungkin bangga karena masih bisa bertahan di tengah keterbatasan. Dalam skema persepsi Bell, hal ini termasuk dalam tahap penilaian dan makna personal terhadap lingkungan. Artinya, walau secara fisik buruk, secara psikologis lingkungan tersebut tetap bermakna bagi penghuninya.
Kesimpulannya, tidak semua orang menilai lingkungan dengan cara yang sama. Persepsi tidak hanya dibentuk oleh pancaindra, tapi juga oleh kebutuhan, pengalaman, dan nilai-nilai pribadi. Orang yang tinggal di lingkungan kumuh mungkin tidak melihatnya sebagai masalah besar karena lingkungan itu memberi mereka rasa memiliki, aman, dan terjangkau. Dalam pandangan psikologi lingkungan, mereka bukan sekadar “tinggal di tempat kumuh” tetapi sedang menyesuaikan diri dan bertahan dalam kondisi yang mereka maknai secara positif. Dengan memahami hal ini, kita bisa lebih empatik dan tidak cepat menilai buruk orang lain hanya dari tempat tinggalnya.
Daftar Pustaka
Bell, A. P., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (2001). Environmental psychology (5th ed.). Harcourt College Publishers.
Patimah, A. S., Shinta, A., & Amin Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(1), 23–29. https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.
0 komentar:
Posting Komentar