11.11.25

Psikologi Lingkungan - UJIAN TENGAH SEMESTER - Dr. Arundati Shinta - SPSJ - 11 November 2025 - MARIA NOVITA 24310410008

UJIAN TENGAH SEMESTER

MARIA NOVITA

24310410008

Psikologi Lingkungan

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta


Berdasarkan skema persepsi dari Paul A. Bell dan kawan-kawan (dalam Bell et al., 2001; Sarwono, 1995), keputusan individu untuk tinggal di perumahan kumuh di Amerika Selatan didasari oleh proses persepsi kompleks terhadap lingkungan tempat tinggal mereka. Persepsi ini, yang tidak selalu objektif, menjadi dasar bagi keputusan dan perilaku mereka. 

Berikut penjelasannya menggunakan skema persepsi tersebut:

Skema Persepsi Bell et al.

Skema ini pada dasarnya menjelaskan bahwa persepsi lingkungan adalah proses mental yang melibatkan penilaian, evaluasi, dan pembentukan makna terhadap lingkungan fisik dan sosial. Proses ini dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan itu sendiri dan faktor-faktor internal (pengalaman, kebutuhan, nilai, dll.) individu. Persepsi inilah yang kemudian mengarah pada keputusan dan tindakan. 

*Penerapan pada Kasus Perumahan Kumuh di Amerika Selatan

Orang bersedia tinggal di perumahan kumuh (seperti favelas di Brasil atau permukiman informal lainnya) karena persepsi mereka terhadap lingkungan tersebut, meskipun kondisi objektifnya mungkin terlihat buruk bagi orang luar, menawarkan "nilai" atau "keuntungan" tertentu yang dirasakan lebih besar daripada kekurangannya:

1. Karakteristik Lingkungan yang Dipersepsikan Positif (Faktor Eksternal)

Meskipun minim infrastruktur, lingkungan kumuh sering kali menawarkan: 

Aksesibilitas ke Peluang Kerja: Banyak perumahan kumuh tumbuh di pinggiran atau bahkan di dalam area metropolitan besar. Penduduk mempersepsikan lokasi ini memberikan akses yang lebih baik ke pasar tenaga kerja formal di pusat kota dibandingkan jika mereka tinggal di daerah pedesaan terpencil.

Modal Sosial dan Komunitas yang Kuat: Seiring waktu, penghuni membangun jaringan sosial yang solid dan sistem dukungan informal (tetangga, teman, keluarga) yang penting untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan. 

Biaya Hidup yang Terjangkau: Dibandingkan dengan perumahan formal di kota, biaya perumahan informal jauh lebih murah, memungkinkan individu dengan pendapatan rendah untuk memiliki tempat tinggal.

Keamanan Relatif (dalam konteks tertentu): Meskipun tingkat kejahatan mungkin tinggi secara umum, di dalam komunitas mereka sendiri, penghuni mungkin mempersepsikan adanya rasa aman yang berasal dari pengawasan komunitas dan pemahaman terhadap "aturan main" lokal, yang tidak mereka temukan di tempat lain. 

2. Faktor-faktor Internal Individu (Pengalaman, Kebutuhan, Nilai)

Persepsi positif ini diperkuat oleh faktor internal penghuni:

Kebutuhan Mendesak (Survival Instinct): Kebutuhan dasar untuk bertahan hidup (papan, pangan, akses kerja) mendominasi persepsi mereka. Ketika pilihan terbatas, tempat tinggal yang tidak ideal secara objektif menjadi pilihan terbaik yang tersedia.

Pengalaman Migrasi: Banyak penghuni adalah migran baru dari pedesaan yang tidak memiliki riwayat kredit atau uang yang cukup untuk perumahan formal. Pengalaman mereka di tempat asal membuat kondisi di daerah kumuh dipersepsikan sebagai peningkatan kualitas hidup karena adanya akses terhadap fasilitas dasar tertentu seperti listrik (meskipun ilegal) atau transportasi umum.

Adaptasi dan Penerimaan: Melalui proses adaptasi psikologis, penghuni mungkin menyesuaikan persepsi mereka terhadap kondisi hidup. Apa yang tadinya dianggap buruk bisa menjadi "normal" seiring berjalannya waktu, terutama jika mereka melihat tidak ada alternatif yang realistis dan lebih baik.

Pengetahuan Lokal: Penghuni memiliki pengetahuan mendalam tentang cara kerja lingkungan kumuh tersebut, termasuk pasar informal, peluang kerja, dan dinamika sosial, yang memungkinkan mereka menavigasi kehidupan sehari-hari secara efektif. 

Paul A. Bell et al (dalam Sarwono, 1992) memberikan skema persepsi manusia terhadap lingkunganya yang dapat digambarkan sebagai berikut.


Kesimpulan

Bagi orang luar, perumahan kumuh mungkin hanya dipersepsikan sebagai tempat yang penuh kemiskinan dan bahaya. Namun, bagi penghuninya, berdasarkan skema persepsi Bell et al., lingkungan tersebut adalah rumah yang memenuhi kebutuhan primer mereka, menawarkan peluang ekonomi yang terbatas, dan menyediakan dukungan sosial yang vital. Persepsi inilah yang mendorong keputusan rasional bagi mereka untuk tetap tinggal di sana, meskipun dalam kondisi yang menantang secara objektif. 


      DAFTAF PUSTAKA 

Oktarini, M. F., Lussetyowati, T., & Primadella, P. (2022). Persepsi Pemukim terhadap Kualitas Lingkungan di Permukiman Kumuh Tepian Sungai Musi, Palembang. Jurnal Permukiman, 17(2), 85–92. https://doi.org/10.31815/jp.2022.17.85-92

Patimah, A.S., Shinta, A. & Amin Al-Adib, A. (2024).Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), Maret, 23-29. https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI. 



0 komentar:

Posting Komentar