10.11.25

Kebiasaan Ranjang-ku Menjadi Tanggung Jawab-ku

Esai 2
Wawancara Disonansi Kognitif
Nama: Soren Kikegard Bastian
NIM: 25310420007


Mata Kuliah: Psikologi Inovasi
Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A.
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
November 2025



Sabtu, 25 Oktober 2025 terjadi diskusi dua arah yang cukup menarik antara dua manusia yang saling mempersuasif mengenai pemikiran mereka masing-masing. Diskusi ini berlangsung cukup lama dan terbuka serta menghasilkan berbagai tema diskusi, dimulai dari membangun rapot, latar belakang F sebagai subjek penelitian, perjalanan hubungan romantis F serta riwayat kesehatan F. Pembahasannya sebagai berikut;

“Hai F, kalo boleh tau kamu sekarang kesibukaannya apa?” tanya interviewer. “Aku mahasiswa semester 7 sekarang di salah satu universitas swasta di jogja,” jawab F.

*Terdapat beberapa pertanyaan yang tidak dimasukan dengan tujuan efisiensi isi esai

“Berarti sekarang kamu punya pasangan seorang cowok?” tanya interviewer. “Iya,” jawab F. “Lalu, kamu udah pernah berhubungan seksual gak dengan pacaramu?” lanjut interviewer lagi. “Ehm… Iya, hehehe,” jawab F. “Dan kalo lagi berhubungan seksual kalian pakai pengaman atau gak ya kalo boleh tau?” tanya interviewer lagi. “Aku udah coba keduanya, yang pake kondom dan gak pake kondom dan aku rasa lebih enak dan nyaman kalo gak pake kondom,” kata si F mencoba untuk membenarkan perilaku seks sesama jenisnya tanpa menggunakan pengaman atau kondom.

“Tapi kan kamu tau kalo kamu sebagai cowok berhubungan seksual dengan pacarmu yang seorang cowok juga, melalui anal, itu bisa membuat kamu terkena penyakit menular seksual?! Dan yang terburuk terkena penyakit HIV/AIDS yang sampe sekarang belum ada obatnya,” tanya interviewer mencoba mencari tau.

“Aku tau tapi itu sih… tapi… E-enak dan menyenangkan aja kalo seks tanpa kondom dibandingkan pake kondom. Emang kamu gak pernah? Kan kamu juga lebih tua dari aku, pastinya udah pernah dong?! Enakan?! Hehe…” jawab si F dengan sedikit senyum dan terbata-bata. Jawab F ini menunjukkan disonansi kognitif yang dia alami. Teori Disonansi Kognitif berpendapat bahwa terdapat sepasang kognisi (elemen pengetahuan) yang bisa relevan atau tidak relevan satu sama lain yang dapat menimbulkan keadaan konsonan atau disonan dan teori ini dikembangkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957 (dalam Fadholi, dkk, 2020). Sepasang kognisi dikatakan konsonan jika satu kognisi mengikuti kognisi lainnya dan dapat dikatakan disonan jika suatu kognisi tidak sesuai dengan kognisi lainnya. Dalam kasus ini dua kognisi yang tidak sesuai pada F adalah kognisi bahwa berhubungan seksual dengan sesama jenis tanpa pengaman menyenangkan dan kognisi berhubungan seskual dengan sesama jenia tanpa pengaman dapat membuat dirinya terkena penyakit menular seksual dengan kemungkinan terburuk terjangkit penyakit HIV.

Berhubungan dengan disonansi kognitif, Festinger (dalam Fadholi, dkk., 2020) juga mengemukakan tiga metode untuk mengurangi disonansi kognitif, yaitu:

  1. Mengubah elemen perilaku
  2. Mengubah lingkugan untuk memvalidasi perilakunya
  3. Menambah elemen kognitifnya

Berdasarkan ketiga metode tersebut hal yang bisa dilakukan oleh F untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialaminya adalah dengan mengubah elemen perilaku. Elemen perilaku yang diubah adalah perilaku berhubungan seks tanpa pengaman. Hal ini sesuai dengan Psikologi Inovasi. Psikologi Inovasi mengajarkan manusia untuk bisa berubah ke arah yang lebih baik dan perubahan ini akan menuntut pada banyak manfaat positif lainnya. Jadi secara tidak langsung jawaban dari disonansi kognitif adalah perubahan yang ada dalam Psikolog Inovasi.

Selain disonansi kognitif, kata-kata F “aku tau tapi itu sih.. tapi… E-enak dan menyenangkan aja kalo seks tanpa kondom dibandingkan pake kondom, Emang kamu gak pernah? Kan kamu juga lebih tua dari aku, pastinya udah pernah dong?! Enakan?! Hehe…” juga mengindikasi bahwa F melakukan Self-Defense Mechanism. Self-Defense Mechanism yang digunakan adalah Projection. Projection adalah mekanisme pertahanan diri yang dikemukakan oleh Freud, dimana ketika seseorang menutupi kekurangan, masalah, atau kesalahan dalam dirinya dengan menyalahkan orang lain (Baumeister, R.F., Dale, K. & Sommer, K.L., 1998). Dari kata-kata F terlihat dia mencoba menyalahkan (memproyeksi perilakunya) interviewer mengenai perilaku seksnya yang berisiko.

Dapat disimpulkan bahwa kehidupan seseorang pasti akan mengalami disonansi kognitif dan untuk membenarkan disonansi kognitif tersebut individu akan membenarkan kognisinya dengan self-defense mechanism. Namun, disonansi kognitif dapat dikurangi dengan melakukan perubahan kearah yang lebih, seperti yang diajarkan dalam psikologi inovasi. Untuk itu, marilah semuanya menjadi pribadi yang lebi baik ke depannya demi kebaikan di masa depan.

(Foto Bersama Narasumber)



Daftar Pustaka

Baumeister, R. F., Dale, K. & Sommer, K. L. (1998). Freudian Defense Mechanism and Empirical Findings in Modern Soscial Psychology: Reaction Formation, Projection, Displacement, Undoing, Isolation, Sublimation, and Denial. Journal of Personalitiy, 66 (6), 1081-1124.

Fadholi., Prisanto, G. F., Ernungtyas, N. F., Irwansyah., & Hasna, S. (2020). Disonansi Kognitif Perokok Aktif Di Indonesia. Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi), 11 (1), 1-14.

 



0 komentar:

Posting Komentar