UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
PSIKOLOGI INOVASI
ESAI JALAN PIKIRAN KDM MELALUI SKEMA PERSEPSI PAUL A.BELL
DOSEN PENGAMPU : Dr. Dra. Arundati Shinta, MA.
ROSITA
22310410108
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
NOVEMBER / 2025
Dalam era digital saat ini, fenomena viral di media sosial Indonesia sering kali dipicu oleh figur publik yang mampu menginspirasi perubahan sosial. Salah satu figur yang sedang menjadi tren adalah Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), yang dikenal sebagai pemimpin yang "memaksa" rakyat Jawa Barat untuk berubah menjadi lebih baik. Kasus yang sangat viral adalah pendekatannya dalam menangani remaja "unik" yaitu anak-anak nakal yang suka merokok, berkelahi, membolos, dan melakukan kenakalan lainnya dengan cara yang inovatif dan jauh dari kebiasaan masyarakat.
Sebagai mahasiswa Psikologi, saya melihat ini sebagai "percobaan" luar biasa yang memanfaatkan prinsip psikologi untuk membentuk kebiasaan baru melalui intervensi intensif. Esai ini akan menjelaskan jalan pikiran KDM dalam menangani remaja tersebut melalui skema persepsi dari Paul A. Bell. Skema ini menekankan bahwa persepsi adalah dasar pembentukan perilaku, dan perilaku berulang membentuk kebiasaan.
Berikut Skema persepsi dari Paul A. Bell :
Jalan pikiran KDM dalam menghadapi remaja "unik" (yang perilakunya sudah terbiasa merokok, berkelahi, dan membolos) dapat dijelaskan sebagai upaya untuk mendekonstruksi dan merekonstruksi rantai Persepsi, Perilaku, dan Kebiasaan, dengan fokus pada pengubahan lingkungan secara drastis.
Jalan pikiran KDM adalah: "Remaja ini perlu 'dibangunkan' dari lingkaran kenakalan melalui pengalaman sensorik dan kognitif yang kuat, sehingga persepsi mereka tentang disiplin menjadi dasar perilaku baru yang membentuk kebiasaan baik.
Input Sensorik : Tahap awal skema ini melibatkan sensasi dari lingkungan, seperti penglihatan, pendengaran, dan sentuhan, yang menjadi input dasar persepsi. Remaja "unik" biasanya terpapar input sensorik negatif dari teman sebaya atau lingkungan yang permisif, yang membentuk persepsi bahwa kenakalan adalah norma. KDM "memaksa" perubahan dengan memasukkan mereka ke barak militer, di mana input sensorik berubah menjadi rutinitas ketat: sirene bangun pagi, latihan fisik, dan disiplin harian. Ini menciptakan sensasi "kejutan" yang memaksa remaja merasakan disiplin sebagai bagian hidup sehari-hari.
Seleksi dan Atensi: Pada tahap ini, individu memilih informasi mana yang akan diperhatikan dari input sensorik yang berlimpah. Remaja nakal cenderung memilih atensi pada hal-hal instan dan menyenangkan, seperti bermalas-malasan atau konflik, sambil mengabaikan konsekuensi jangka panjang. mengarahkan remaja untuk memprioritaskan kebiasaan baik, sehingga persepsi mereka tentang apa yang 'penting' bergeser dari kenakalan ke disiplin.
Banyak remaja menginterpretasikan disiplin sebagai "penindasan" karena pengalaman sekolah atau keluarga yang otoriter. Interpretasi remaja perlu diubah melalui pengalaman langsung yang positif; barak militer bukan penjara, melainkan sekolah kehidupan yang mengajarkan bahwa disiplin membawa kebebasan dan kesuksesan.
Setelah interpretasi, individu memutuskan tindakan berdasarkan persepsi yang terbentuk. Remaja biasanya memutuskan melanjutkan kenakalan karena kurangnya alternatif atau motivasi. KDM "memaksa" keputusan dengan struktur militer yang membatasi pilihan bebas, mendorong keputusan untuk patuh dan belajar. Ini membentuk persepsi bahwa keputusan disiplin adalah keputusan bijak untuk masa depan.
- Perilaku Berulang Membentuk Kebiasaan: Akhirnya, persepsi mendorong perilaku, dan pengulangan membentuk kebiasaan. Di barak, remaja berulang kali melakukan disiplin, olahraga, dan belajar, yang akhirnya menjadi kebiasaan otomatis. Setelah lulus, perilaku ini bertahan, mengubah mereka menjadi individu yang lebih baik. Dengan memulai dari input sensorik hingga pembentukan kebiasaan, KDM menciptakan "percobaan" yang efektif, berbeda dari metode tradisional seperti pesantren atau lapas.
Ini membuktikan bahwa untuk mengubah kebiasaan yang telah mengakar (nakal), terkadang diperlukan kejutan lingkungan (perubahan ekologis) yang drastis, sehingga persepsi lama terputus dan persepsi baru (disiplin, tanggung jawab) dapat tumbuh sebagai dasar untuk perilaku dan perencanaan masa depan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Patimah, A., Shinta, A., & Adib, A. (2024). Persepsi Terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(2), 23-29.
Patimah, et al. (2024). Psikologi Sosial: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Sosial: Individu dan Kelompok. Jakarta: Balai Pustaka.
0 komentar:
Posting Komentar