Tugas Esai 2 : Wawancara tentang Disonansi Kognitif (Disonansi Kognitif dalam Praktik Pengelolaan Sampah)
Mata Kuliah : Psikologi
Inovasi
Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A.
Naeri Khasna
(23310410046)
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
DA
merupakan salah satu nasabah aktif di bank sampah di wilayah tempat tinggalnya.
Setiap minggu, ia rutin menyetorkan sampah ke bank sampah tersebut sebagai
bentuk partisipasinya dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Praktik ini menunjukkan kesadaran DA terhadap pentingnya pengelolaan sampah
serta upaya untuk mendukung kegiatan daur ulang di komunitasnya. Namun, dalam
praktiknya, DA hanya mengumpulkan dan menyetorkan sampah yang berukuran besar,
seperti botol plastik atau kardus bekas. Sementara itu, sampah-sampah kecil,
misalnya plastik pembungkus makanan, justru dibakar karena dianggap tidak
bernilai dan sulit dikumpulkan. Kondisi ini memperlihatkan adanya
ketidaksesuaian antara pengetahuan dan perilaku DA. Ketidaksesuaian semacam ini
dikenal dengan istilah disonansi kognitif, yaitu keadaan ketika seseorang
merasa tidak nyaman karena ada pertentangan antara sikap dan perilakunya
(Mudjiyanto dkk., 2022). Situasi ini membuat seseorang merasa tidak seimbang
antara apa yang ia pikirkan dan apa yang ia lakukan.
Ketika diwawancarai
mengenai kebiasaan tersebut, terdapat mekanisme pertahanan diri DA untuk perilakunya, sebagai berikut:
Naeri: “DA kan rutin nyetor sampah ke bank sampah,
tapi kenapa sampah-sampah kecil seperti plastik pembungkus makanan nggak ikut
dikumpulkan juga?”
DA: “Plastik kecil dikumpulin rasanya
percuma, lagian cepat bersih kalau dibakar.”
Naeri: “Jadi DA merasa lebih praktis
membakar daripada menyimpannya dulu, ya?”
DA: “Iya, soalnya kalau dikumpulin
butuh tempat dan nilai jualnya rendah di bank sampah.”
Pernyataan
tersebut menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri berupa rasionalisasi,
yaitu upaya memberikan alasan yang tampak logis untuk membenarkan perilaku yang
bertentangan dengan keyakinan atau nilai yang dimiliki. Dalam hal ini, DA
mencoba menjustifikasi tindakannya dengan alasan kepraktisan dan keterbatasan
fasilitas, sebagai cara untuk mengurangi rasa bersalah dan ketidaknyamanan
akibat perilaku yang tidak sesuai dengan kesadaran lingkungan yang ia miliki. Hal
ini sejalan dengan temuan Bosone, Chevrier, dan Zenasni (2022) yang menjelaskan
bahwa individu dapat menggunakan strategi rasionalisasi untuk mengurangi
ketidaksesuaian tersebut, yakni dengan mencari alasan logis agar tetap dapat
mempertahankan perilakunya meskipun menyadari bahwa tindakannya tidak mendukung
perilaku pro lingkungan.
Kondisi
disonansi kognitif seperti yang dialami DA sebenarnya dapat menjadi pemicu
munculnya ide dan perilaku inovatif, apabila direspons dengan cara yang tepat.
Ketika seseorang menyadari adanya ketidaksesuaian antara pengetahuan dan
tindakan, ia terdorong untuk mencari solusi baru yang dapat menyeimbangkan
keduanya. Pada kasus DA, perasaan tidak nyaman karena membakar sampah kecil
bisa menjadi titik awal bagi munculnya gagasan inovatif dalam pengelolaan
sampah. Sampah plastik sebenarnya memiliki potensi nilai jual yang tinggi
apabila dimanfaatkan dan diolah menjadi produk menarik, misalnya diubah menjadi
kerajinan tangan dengan nilai estetika yang tinggi (Umah, 2023). Kesadaran
terhadap potensi ini dapat membantu DA melihat bahwa sampah kecil tidak selalu
bernilai rendah, melainkan bisa menjadi bahan yang berguna dan bahkan
menguntungkan jika diolah dengan cara kreatif. Dengan pandangan seperti ini,
disonansi yang sebelumnya menimbulkan ketidaknyamanan justru bisa menjadi
pemicu munculnya inovasi dalam pengelolaan sampah plastik kecil. Melalui
perubahan sudut pandang tersebut, DA dapat mulai membangun kebiasaan baru yang
lebih ramah lingkungan dan bernilai ekonomi. Hal ini sekaligus menunjukkan
bahwa ketidaksesuaian antara pengetahuan dan tindakan tidak selalu berakhir
negatif, tetapi dapat menjadi awal dari perubahan perilaku yang lebih bijak
terhadap lingkungan.
Daftar Pustaka
Bosone,
L., Chevrier, M., & Zenasni, F. (2022). Consistent or inconsistent? The
effects of inducing cognitive dissonance vs. cognitive consonance on the
intention to engage in pro-environmental behaviors. Frontiers in Psychology,
13, 902703.
Mudjiyanto,
B., Tawaang, F., Nugroho, A. C., Lusianawati, H., & Launa, L. (2022).
Disonansi kognitif elite politik dan pejabat publik dalam menghadapi fenomena
kelangkaan minyak goreng. Journal of Political Communication and Media, 1(1),
1–23.
Umah,
C. R. (2023, August). Smart economy: Inovasi produk kreatif daur ulang limbah
plastik sebagai konsep pendukung green economy. In Indonesian Proceedings
and Annual Conference of Islamic Law and Sharia Economic (IPACILSE). 1(1), 61–66.

0 komentar:
Posting Komentar