8.11.25

Esai 2 - Wawancara Disonansi Kognitif

 Tugas Esai 2 : Wawancara tentang Disonansi Kognitif (Disonansi Kognitif dalam Praktik Pengelolaan Sampah)

Mata Kuliah : Psikologi Inovasi

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A.

Naeri Khasna (23310410046)

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


DA merupakan salah satu nasabah aktif di bank sampah di wilayah tempat tinggalnya. Setiap minggu, ia rutin menyetorkan sampah ke bank sampah tersebut sebagai bentuk partisipasinya dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Praktik ini menunjukkan kesadaran DA terhadap pentingnya pengelolaan sampah serta upaya untuk mendukung kegiatan daur ulang di komunitasnya. Namun, dalam praktiknya, DA hanya mengumpulkan dan menyetorkan sampah yang berukuran besar, seperti botol plastik atau kardus bekas. Sementara itu, sampah-sampah kecil, misalnya plastik pembungkus makanan, justru dibakar karena dianggap tidak bernilai dan sulit dikumpulkan. Kondisi ini memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pengetahuan dan perilaku DA. Ketidaksesuaian semacam ini dikenal dengan istilah disonansi kognitif, yaitu keadaan ketika seseorang merasa tidak nyaman karena ada pertentangan antara sikap dan perilakunya (Mudjiyanto dkk., 2022). Situasi ini membuat seseorang merasa tidak seimbang antara apa yang ia pikirkan dan apa yang ia lakukan.

Ketika diwawancarai mengenai kebiasaan tersebut, terdapat mekanisme pertahanan diri DA untuk perilakunya, sebagai berikut:

Naeri: “DA kan rutin nyetor sampah ke bank sampah, tapi kenapa sampah-sampah kecil seperti plastik pembungkus makanan nggak ikut dikumpulkan juga?”
DA: “Plastik kecil dikumpulin rasanya percuma, lagian cepat bersih kalau dibakar.”
Naeri: “Jadi DA merasa lebih praktis membakar daripada menyimpannya dulu, ya?”
DA: “Iya, soalnya kalau dikumpulin butuh tempat dan nilai jualnya rendah di bank sampah.”

Pernyataan tersebut menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri berupa rasionalisasi, yaitu upaya memberikan alasan yang tampak logis untuk membenarkan perilaku yang bertentangan dengan keyakinan atau nilai yang dimiliki. Dalam hal ini, DA mencoba menjustifikasi tindakannya dengan alasan kepraktisan dan keterbatasan fasilitas, sebagai cara untuk mengurangi rasa bersalah dan ketidaknyamanan akibat perilaku yang tidak sesuai dengan kesadaran lingkungan yang ia miliki. Hal ini sejalan dengan temuan Bosone, Chevrier, dan Zenasni (2022) yang menjelaskan bahwa individu dapat menggunakan strategi rasionalisasi untuk mengurangi ketidaksesuaian tersebut, yakni dengan mencari alasan logis agar tetap dapat mempertahankan perilakunya meskipun menyadari bahwa tindakannya tidak mendukung perilaku pro lingkungan.

Kondisi disonansi kognitif seperti yang dialami DA sebenarnya dapat menjadi pemicu munculnya ide dan perilaku inovatif, apabila direspons dengan cara yang tepat. Ketika seseorang menyadari adanya ketidaksesuaian antara pengetahuan dan tindakan, ia terdorong untuk mencari solusi baru yang dapat menyeimbangkan keduanya. Pada kasus DA, perasaan tidak nyaman karena membakar sampah kecil bisa menjadi titik awal bagi munculnya gagasan inovatif dalam pengelolaan sampah. Sampah plastik sebenarnya memiliki potensi nilai jual yang tinggi apabila dimanfaatkan dan diolah menjadi produk menarik, misalnya diubah menjadi kerajinan tangan dengan nilai estetika yang tinggi (Umah, 2023). Kesadaran terhadap potensi ini dapat membantu DA melihat bahwa sampah kecil tidak selalu bernilai rendah, melainkan bisa menjadi bahan yang berguna dan bahkan menguntungkan jika diolah dengan cara kreatif. Dengan pandangan seperti ini, disonansi yang sebelumnya menimbulkan ketidaknyamanan justru bisa menjadi pemicu munculnya inovasi dalam pengelolaan sampah plastik kecil. Melalui perubahan sudut pandang tersebut, DA dapat mulai membangun kebiasaan baru yang lebih ramah lingkungan dan bernilai ekonomi. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa ketidaksesuaian antara pengetahuan dan tindakan tidak selalu berakhir negatif, tetapi dapat menjadi awal dari perubahan perilaku yang lebih bijak terhadap lingkungan.

 

Daftar Pustaka

Bosone, L., Chevrier, M., & Zenasni, F. (2022). Consistent or inconsistent? The effects of inducing cognitive dissonance vs. cognitive consonance on the intention to engage in pro-environmental behaviors. Frontiers in Psychology, 13, 902703.

Mudjiyanto, B., Tawaang, F., Nugroho, A. C., Lusianawati, H., & Launa, L. (2022). Disonansi kognitif elite politik dan pejabat publik dalam menghadapi fenomena kelangkaan minyak goreng. Journal of Political Communication and Media, 1(1), 1–23.

Umah, C. R. (2023, August). Smart economy: Inovasi produk kreatif daur ulang limbah plastik sebagai konsep pendukung green economy. In Indonesian Proceedings and Annual Conference of Islamic Law and Sharia Economic (IPACILSE). 1(1), 61–66.

0 komentar:

Posting Komentar