10.11.25

Esai 2 - Wawancara Disonansi Kognitif

 

DISONANSI KOGNITIF MAHASISWA ALCOHOLIC YANG ADA DI LINGKUNGAN KOST

Joo Adam Felix Nadapdap (25310420008)

Mata kuliah Psikologi Inovasi

Dosen pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI




FAKULTAS PSIKOLOGI 
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
NOVEMBER 2025



    Penyalahgunaan alcohol merupakan salah satu masalah sosial dan kesehatan yang masih banyak dijumpai di lingkungan mahasiswa. Alcohol seringkali digunakan sebagai sarana untuk bersosialisas, menghilangkan stress, atau mencari kesenangan sesaat. Konsumsi alcohol yang berlebihan dan berkelanjutan dapat menimbulkan berbagai dampak negative baik secara fisik, psikologis, maupun sosial.. kebiasaan alcoholic ini menarik untuk diteliti dari segi psikologis karna menunjukan adanya ketidaksesuaian antara pemahaman tentang tentang bahaya alcoholic dan tindakan yang tetap dilakukan

    Saya melakukan wawancara dengan seseorang mahasiswa yang merupakan alcoholic dan sering menghabiskan uang dan waktu untuk mabok mabokan. Tujuan wawancara ini adalah untuk memahami bentuk disonansi kognitif yang muncul ketika seseorang ketika seseorang menyadari dampak negative dari alcohol atau minuman keras tersebut. Tetapi tetap mempertahankan kebiasaan tersebut. Narasumber yang berinisial BN adalah mahasiswa semester sepuluh. Ia terlihat santai dan terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diajukan

Berikut cuplikan hasil wawancara :

A: Kapan Pertama kali anda mulai menjadi alcoholic ?

B: Saya pertama kali menjadi seorang peminum alcohol kelas 1 SMA

A: Apakah anda mengetahui bahwa alkohol memiliki dampak negatif bagi kesehatan ?

B: Iya saya mengetahui karna setiap sadar setelah meminum minuman keras badan saya teras tidak enak

A: Apakah anda pernah mencoba berhenti untuk menjadi alcoholic

B: Pernah, cuman kendala nya jika saya memiliki uang lebih, saya tidak dapat mengendalikan diri saya untuk membeli minuman alcohol dan ketika saya sedang memiliki emosional yang tidak baik baik saja saya akan mengonsumsi minuman keras, lingkungan sekitar saya juga banyak yang menyarankan kepada saya untuk mencari ketenangan itu pada minuman keras ketika saya dalam kondisi emosional yang tidak baik baik saja.

A: Menurut anda, apakah minuman alcohol memiliki manfaat tertentu

B: bagi saya meminum keras itu hanya memberikan manfaat tenang sesaat ketika saya sedang dalam keadaaan emosional yang tidak baik baik aja, selebih nya minuman keras hanya meperburuk keadaan atau tidak bermanfaat.

    Hasil wawancara menunjukan bahwa BN mengalami disonansi kognitif, yaitu ketidakcocokan antara apa yang ia ketahui dan apa yang ia lakukan. Ia tahu bahwa minuman alcohol  berbahaya, tetapi tetap meminum alcohol karena merasa nyaman secara emosional dan ketenangan sesaat. Pernyataannya bahwa “alcohol tidak berlebihan” merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri, yakni rasionalisasi, yaitu cara untuk menenangkan rasa bersalah.

    Selain itu faktor sosial juga memperkuat kondisi ini, banyak teman kosnya juga meminum alcohol walau terkadang mereka tidak memiliki masalah emosional, membuat tindakan tersebut terlihat alami. Norma dalam lingkungan kost yang memperbolehkan membuatnya kurang termotivasi mengubah prilaku. Hal ini menunjukan bahwa disonansi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor diri dalam diri tetapi juga oleh lingkungan sosial yang mendukung kebiasaan lam

    Kondisi tidak nyaman dari tekanan psikologis ketika seseorang memiliki 2 atau lebih kognisi (sejumlah informasi) yang tidak konsisten atau tidak sesuai satu sama lain disebut dengan disonansi kognitif (Vaughan & Hogg,2005). Dan menurut Leon Festinger (1957), seseorang bisa mengurangi disonansi dengan cara mengubah perilaku, mengubah keyakinan, atau menambah keyakinan baru. AB memilih menambah keyakinan dengan berpikir bahwa meminum alcohol atau menjadi alcoholic  “tidak masalah selama tidak berlebihan.” Cara ini memberi rasa tenang secara psikologis, tetapi justru menghalangi kemajuan pribadinya.

Dari sudut pandang psikologi inovasi, seseorang yang masih mempertahankan disonansi akan mengalami kesulitan berubah karena energi psikologisnya digunakan untuk membenarkan tindakan yang tidak benar. Kesadaran sendiri tidak cukup tanpa keberanian mengubah kebiasaan. Disonansi kognitif akhirnya menjadi hambatan bagi kemajuan pribadi dan keseimbangan diri.

LAMPIRAN



DAFTAR PUSTAKA :

Festiger, L. (1957). A theory of cognitive dissonance. Row, Peterson, New York.

PRAWIBOWO, S. T. (2022). Analisis Disonansi Kognitif Mahasiswa Untuk Pemilihan Asisten Laboratorium Program Studi Teknik Industri Universitas Islam Indonesia.




 

 

 

 

 

 

 


0 komentar:

Posting Komentar