13.10.25

Psi Lingkungan - Esai 1 - Meringkas Jurnal - Dr. A. Shinta, M. A - SPSJ - 13 Oktober 2025 - Hana Fardilla (24310410048)

 ANALISIS PERILAKU PEMILAHAN SAMPAH DI KOTA SURABAYA

Hana Fardilla – 24310410048 – Psikologi Kelas Karyawan

Psikologi Lingkungan - Esai 1 -  Dr. A. Shinta, M. A

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

Topik

Pemilahan sampah, Perilaku, Kota Surabaya

Sumber

Andina, E. (2019). Analisis perilaku pemilahan sampah di Kota Surabaya. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, 10(2), 119-138.

Per-masalahan

Surabaya merupakan salah satu kota dengan sampah yang cukup besar, meskipun sebenarnya di Surabaya sudah ada program kebersihan yang diakui dunia, tidak serta merta menjadikan masyarakatnya peduli kebersihan dan melakukan pemilahan sampah.

Tujuan Penelitian

Mengetahui bagaiman factor-faktor eksternal seperti: (1) penguatan kebijakan; (2) penyediaan sarana yang ergonomis; dan (3) pelibatan masyarakat dalam mengubah perilaku. Dapat berpengaruh pada perilaku pemilahan sampah.

Isi

·       Bank Dunia (2018) memperkirakan 85.000 ton sampah dihasilkan setiap hari di Indonesia. Jika diasumsikan kenaikan 150.000 ton dihasilkan per hari pada tahun 2025 (KLHK, 2019: 8) maka jumlah kenaikan ini mencapai 76% hanya dalam kurun waktu 10 tahun.

·       Pengurangan sampah harus dilakukan dengan mengurangi timbulan dari sumber. Akan tetapi, pertumbuhan timbulan sampah melebihi kemampuan kita untuk mengelolanya. Pola pengelolaan sampah di Indonesia masih menitikberatkan pada pembuangan sampah secara open dumping.

·       Surabaya mendapatkan apresiasi dari United Cities and Local Governments (UCLG) Committee atas program penghijauan dan pengurangan sampah, sehingga mulai tahun 2019 walikota Tri Rismaharini didaulat menjadi presiden UCLG untuk kawasan Asia Pasifik.

·       Namun begitu, BPS (2018) menetapkan nilai Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup (IPKLH) Provinsi Jawa Timur dalam hal pengelolaan sampah pada angka 0.75, yang paling tinggi dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa–Bali.

·       Pertumbuhan ekonomi Surabaya yang terus meningkat menyebabkan kota ini menjadi sebagai salah satu dari lima kota dengan timbulan sampah terbanyak di Indonesia. Pada tahun 2017 Surabaya menghasilkan 2.913,18 ton sampah per hari, sedangkan di tahun 2018 jumlahnya menjadi 2.164,4 ton/hari.

·       Jumlah sampah yang berakhir di TPA sebenarnya bisa dikurangi jika sampah telah dipilah untuk dapat diproses. Sampah organic dapat ditangani dengan komposting, sementara proses daur ulang dapat dilakukan pada sampah plastik yang sejenis agar dapat dileburkan menjadi produk baru yang bernilai.

·       Proses insinerasi lebih efisien dilakukan pada sampah kering dibandingkan jika sampah bercampur antara kering dan basah. Pemilahan sampah yang tidak benar meningkatkan biaya program pendaurulangan karena bertambahnya waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk memilah kembali sampah

Metode

·       Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan rancangan studi kasus. Penelitian ini memberikan perhatian pada fenomena individu dan komunitas terkait pemilahan sampah.

·       Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara dengan Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya, LSM Pemerhati Sampah, Bank Sampah; observasi pengelolaan sampah di ruang publik; didukung informasi dari laporan resmi dan berita media massa.

·       Observasi dilakukan secara random di sarana publik yaitu lingkungan kantor pemerintah kota Surabaya di Jalan Taman Surya; Taman Bungkul dan sekitar Jalan Raya Darmo; Taman Harmoni, Keputih; serta Kampung Jambangan.

·       Data wawancara dan FGD dicatat dalam bentuk transkrip, untuk kemudian dideskripsikan dan disajikan dalam bentuk teknik penjelasan (explanatory-building).

Hasil

·       Tingkat ketidakpedulian masyarakat Indonesia terhadap pengelolaan sampah tergolong tinggi, hal ini ditunjukkan dari perilaku rumah tangga di Indonesia dalam mengelola sampah. Masih banyak masyarakat yang menangani sampah tapi menimbulkan polusi dengan membakar atau membuang sampah ke sungai/selokan dan sembarang tempat. BPS mencatat pada tahun 2013 76.31% rumah tangga tidak memilah sampah nya. Jumlah ini meningkat di tahun 2014 menjadi 81.16%.

·       Meskipun sarana pembuangan sampah sudah disebarkan pemkot, namun masih ada saja yang membuang sampah sembarangan dan disatukan. Bahkan, masih ada yang membuang sampah di sungai, meskipun TPS terdekat hanya beberapa ratus meter dari rumahnya.

·       Meskipun ada beberapa petugas sampah yang memilah sampah di mobil sampah, hanya untuk botol dan plastik yang bernilai jual. Masyarakat yang tidak menggunakan layanan pengangkutan sampah membuang sampah di sungai.

·       Dari wawancara dan observasi di atas, penulis menyimpulkan ada beberapa hambatan yang membuat pemilahan sampah menjadi sulit. Pertama, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai klasifikasi sampah dan bagaimana penanganannya. Kedua, sarana tidak mendukung. Ketiga, pengaruh sosial. Orang cenderung memasukkan sampah sesuai peruntukannya jika berada di tempat yang semua orang memilah sampah.

Diskusi

·       Di Indonesia yang menurut Hofstede (2011: 11) memiliki budaya kolektivisme. Dalam budaya ini orang ingin menyesuaikan perilakunya dengan mayoritas agar ia merasa menjadi bagian dari kelompok mayoritas tersebut. Misalnya orang cenderung membuang sampah plastik ke tempat sampah yang ditandai untuk sampah plastik, ketika melihat isi tempat sampah memang hanya berisi plastik. Sebaliknya, jika tempat sampah tidak dipisah dan orang melihat berbagai sampah dimasukkan ke tempat itu, maka ia tidak ragu untuk melakukan hal yang sama.

·       Ada 3 hal yang penting untuk membentuk perilaku memilah sampah, yaitu kebijakan, sarana, dan peran serta masyarakat dalam membagi pengetahuan.

·       Penguatan kebijakan via konsep reward and punishment, diharapkan akan menjaga kepatuhan atas larangan di atas pemerintah daerah diberi kebebasan menetapkan sanksi pidana atau denda. Penyediaan Sarana yang Ergonomis untuk memastikan sarana penyortiran sampah dekat, jelas, tepat, dan memadai. Pelibatan Masyarakat dalam Mengubah Perilaku, menekankan pentingnya peran serta masyarakat karena penanganan sampah terbaik dimulai dari sumber. Semakin dekat dengan sumbernya maka semakin besar rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab orang untuk mengelola sampahnya.

 



0 komentar:

Posting Komentar